Mengenang Tragedi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Enam Tahun Lalu

Proses pencarian korban mempertaruhkan nyawa tim evakuasi

Jakarta, IDN Times - Masih lekat dalam ingatan masyarakat Indonesia, sebuah tragedi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 terjadi pada hari ini enam tahun yang lalu tepatnya pada 28 Desember 2014. Pesawat Airbus A320 rute Surabaya-Singapura yang membawa 156 penumpang termasuk seorang teknisi, dua pilot, dan empat awak kabin itu jatuh di Selat Karimata, Kalimantan Tengah.

Pesawat lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya pada pukul 05.35 WIB, menuju Changi Airport, Singapura. Pesawat tersebut terbang dengan ketinggian 32.000 kaki di atas permukaan laut.

Sejumlah faktor menjadi penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Belum lagi sulitnya medan yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat membuat evakuasi jenazah korban dan badan pesawat membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan lamanya. Bahkan, sejumlah negara turut membantu proses pencarian korban dan badan pesawat.

Berdasarkan pemberitaan IDN Times pada 2015 silam dan dikutip dari sejumlah sumber, berikut fakta-fakta tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 enam tahun lalu.

1. Proses pencarian sejak hari pertama pesawat hilang kontak hingga perintah Presiden Jokowi

Mengenang Tragedi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Enam Tahun LaluPresiden Joko Widodo memantau proses evakuasi jasad penumpang AirAsia QZ8501 dengan menggunakan Hercules A-1341 dari ketinggian 1.000 kaki dan jarak 100 mil dari Pangkalan Bun (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)

Pada hari pertama tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, sebanyak enam KRI milik TNI Angkatan Laut dikerahkan mencari AirAsia QZ8501 yang mengalami hilang kontak dengan "Air Traffic Control".

"Salah satunya KRI Pattimura yang membantu mencari di titik lokasi awal hilangnya kontak, yakni di Teluk Kumai," ujar Kepala Kantor SAR di Surabaya, Hernanto, saat konferensi pers di Crisis Centre Bandara Juanda Surabaya, di Sidoarjo, seperti dikutip dari ANTARA.

Sejak menerima informasi pertama dari ATC, pihaknya langsung berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti mengerahkan tujuh kapal. Pengerahan kapal dilakukan di beberapa titik, yakni Pangkal Pinang, Palembang, Tanjung Pinang, Pontianak, Jambi dan Jakarta.

Selain itu, dua helikopter juga dilibatkan mencari keberadaan pesawat berpenumpang 155 penumpang dan tujuh orang kru.

Pada Selasa, 30 Desember 2014, Badan SAR Nasional (Basarnas) mengumumkan menemukan serpihan benda yang diduga berasal dari pesawat AirAsia QZ 8501.

"Pada hari ketiga, ada satu dinamika penting dalam pencarian pesawat di sekitar Pangkalan Bun," kata Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI FHB Bambang Soelistyo di Jakarta, kala itu.

Tim gabungan pencari dan penyelamat (search and rescue/SAR) yang dikoordinasi Basarnas mulai menemukan bagian yang diduga pesawat Air Asia QZ8501 berikut jenazah di Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Pada Rabu, 31 Desember 2014, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo meminta operasi pencarian AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan dekat Pangkalan Bun untuk memfokuskan pada evakuasi korban sehingga bisa segera diserahkan kepada keluarganya. Jokowi juga memantau langsung proses evakuasi jasad penumpang AirAsia QZ8501 dengan menggunakan Hercules A-1341 dari ketinggian 1.000 kaki dan jarak 100 mil dari Pangkalan Bun. 

Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas mengatakan kondisi di lapangan saat proses evakuasi memang berat, meski demikian pemerintah akan terus mengupayakan proses itu berlangsung sampai tuntas.

"Sudah melihat secara jelas betapa sulitnya lapangan yang dihadapi, tapi alhamdulillah semua berjalan dengan baik dan pagi ini saya minta laporan berikutnya berkaitan dengan operasi, dan kemungkinan lainnya," kata dia.

Baca Juga: [BREAKING] Tony Fernandes Mundur dari AirAsia, Diduga Terlibat Suap

2. Pertaruhan nyawa tim evakuasi AirAsia

Mengenang Tragedi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Enam Tahun LaluDokumentasi 2015. Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo (kiri) dan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi (kedua kanan) saat serah terima badan pesawat Airasia QZ8501 di atas geladak Kapal Motor Pacitan, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (2/3/15). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Hari ketiga pencarian pesawat AirAsia QZ8501 tim SAR berhasil menemukan titik lokasi serpihan pesawat dan penumpang yang menjadi korban. Penemuan ini dari hasil penyisiran helikopter yang dipimpin oleh Pangkoops AU I, Marsekal Muda Agus Dwi Putranto, saat menuju Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Sejumlah pihak menyebut penemuan ini adalah penemuan tercepat dalam pencarian pesawat hilang.

Namun, sebenarnya upaya untuk mencari pesawat yang hilang setelah sekitar 8 menit lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya menuju Singapura pada Minggu (28/12/2014) pagi, tidak semudah yang dibayangkan.

Dikutip dari ANTARA, Tim gabungan yang terdiri dari Badan SAR Nasional, TNI dari seluruh angkatan, Polri dan instansi lainnya harus menghadapi cuaca buruk di laut. Perairan Selat Karimata sedang dilanda cuaca buruk. Gelombang tinggi antara 2-5 meter disertai hujan dan angin kencang, tidak saja menggagalkan upaya pencarian dan evakuasi korban, tetapi juga bisa menenggelamkan kapal tim evakuasi.

Banyak kendala yang dihadapi oleh tim penyelam dari TNI AD, berkali-kali mereka tak kuasa melawan cuaca buruk di laut. Kondisi laut saat itu ternyata sangat ekstrem, bahkan hantaman gelombang tinggi sampai bisa menggoyangkan kapal yang tadinya berjalan normal.

Suara keras benturan jangkar ke lambung kapal setiap dihantam gelombang, membuat suasana terasa makin menakutkan. Gerakan kapal yang tak menentu akibat hantaman gelombang, membuat banyak penumpang kapal yang mabuk laut sehingga tidak bisa banyak melakukan aktivitas.

Dari ruang kemudi di bagian atas, langit gelap dan gelombang tinggi cukup membuat ciut nyali siapa saja yang belum terbiasa di laut menghadapi situasi seperti itu. Saking tingginya deburan gelombang bahkan mampu mencapai kaca ruang kemudi. Air sampai masuk ke dalam kapal hingga menyebabkan korsleting merusak panel listrik mengakibatkan pendingin ruangan dan otomatis pengendali jangkar rusak.

Kondisi membuat perjalanan terganggu karena kapten kapal harus hati-hati agar kapal tidak terbalik dihantam gelombang. Setelah berjalan sekitar 10 jam dan mencapai kawasan Tanjung Selaka, tim akhirnya memutuskan kembali ke posko dengan alasan pertimbangan keamanan.

Tim tidak ingin memaksakan meski diperkirakan sekitar dua jam perjalanan lagi kapal bisa mencapai titik koordinat Gosong Aling, lokasi sasaran pencarian.

"Gelombangnya memang sangat tinggi. Arus di kawasan itu juga cukup deras sehingga rawan jika kita paksakan untuk melanjutkan perjalanan," ujar Sudarmin, salah seorang kapten kapal tugboat yang sempat ikut melakukan pencarian.

Sudarmin bercerita perairan Selat Karimata hingga Gosong Aling, tempat lokasi korban dan bagian pesawat banyak ditemukan, memang terbilang rawan bagi pelayaran.

"Arus di perairan itu juga deras dan memutar, jadi rawan dipaksakan saat cuaca buruk. Beberapa tahun lalu saya pernah menyelamatkan korban kapal, juga di kawasan itu," kata Sudarmin.

3. Lima penyebab jatuhnya AirAsia QZ8501

Mengenang Tragedi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Enam Tahun LaluDokumentasi badan pesawat Indonesia AirAsia QZ8501, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (2/3/15). Badan pesawat tersebut selanjutnya diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk dilakukan penyelidikan. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), penyebab kecelakaan tersebut diduga akibat keretakan solder yang terdapat pada electronic module di Rudder Travel Limiter Unit (RTLU) yang terdapat pada bagian ekor pesawat.

RTLU adalah komponen yang berfungsi untuk mengatur ketinggian pada pesawat. Akibat rusaknya solder tersebut membuat kerusakan yang berkelanjutan dan terus berulang.

Faktor yang kedua adalah sistem perawatan pesawat dan analisa perusahaan yang masih kurang optimal. Hal inilah yang membuat masalah seperti yang terjadi di RTLU pun luput dari pengawasan.

Pada saat penerbangan, kerusakan sempat terjadi sebanyak 3 kali dan pilot berusaha untuk mengatasinya sesuai dengan aturan yang ada. Namun, pada saat kerusakan yang keempat, tiba-tiba pesawat menunjukkan adanya aktivitas yang berbeda dibandingkan biasanya. Kejadian abnormal pada pesawat tersebut yang kemudian menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Ada sebuah kejadian tak biasa yang terjadi saat pilot berusaha memperbaiki kerusakan RTLU yang keempat kalinya. Dari Flight Data Recorder ditemukan adanya indikasi bahwa Circuit Breaker diatur ulang berkali-kali sehingga memicu pemutusan arus listrik pada Flight Augmentation Computer.

Bisa jadi salah satu dari pilot atau copilot mencabut CB yang terletak pada dekat kursi mereka sehingga membuat arus listrik putus dan pesawat terjun bebas ke laut dari ketinggian yang sangat berbahaya.

Hal yang paling berbahaya pada saat menerbangkan pesawat adalah ketika sistem autopilot pada sebuah pesawat mendadak berhenti. Ini menyebabkan sistem flight control logic pesawat bermasalah.

Berubahnya kondisi normal law (autopilot) menjadi alternate law (manual) akan membuat rudder bergerak sebanyak dua derajat ke kiri. Akibatnya pesawat bisa berguling mencapai sudut 54 derajat.

Saat pesawat dalam kondisi manual, maka pesawat akan masuk dalam upset condition. Artinya dalam kondisi ini pilot dan kopliot tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi. Pesawat kehilangan daya angkat dan membuatnya dalam kondisi stall.

Stall yang terjadi berkepanjangan membuat pesawat naik hingga ketinggian 38.000 kaki sebelum akhirnya terhempas ke laut.

4. KNKT umumkan 18 fakta terkait tragedi AirAsia QZ8501

Mengenang Tragedi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Enam Tahun LaluTim investigasi mengamati ekor pesawat AirAsia QZ8501 sebelum dipindahkan dari Kapal Crest Onyx ke tempat penyimpanan barang bukti di Pelabuhan Kumai, Kalteng, Minggu (11/1/15). (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan merilis 18 informasi faktual dalam laporan awal hasil penyelidikan mengenai jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501.

Ketua Tim Investigasi AirAsia QZ8051 KNKT Mardjono Siswosuwarno menyebutkan terdapat 18 informasi fakta yang bertujuan untuk meluruskan perkiraan serta asumsi yang beredar di lapangan.

"Satu-satunya tujuan penyelidikan adalah untuk meningkatkan keselamatan transportasi, untuk diteruskan kepada kru, operator serta regulator. Informasi yang didapatkan bukan untuk menyalahkan atau penggantian ganti rugi," kata Mardjono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 29 Januari 2019, seperti dikutip dari ANTARA

Berikut 18 informasi faktual yang disampaikan Mardjono:

1. Pesawat AirAsia QZ8501 sebelum diterbangkan dalam kondisi yang layak dan dalam keadaan seimbang saat diterbangkan (on board).

2. Semua awak pesawat mempunya lisensi yang berlaku serta mengantongi sertifikat kesehatan (medical certificate).

3. "Second in command" atau "co-pilot" yang menerbangkan pesawat (flying pilot), posisi di sebelah kanan, sementara pilot atau kapten pilot berada di sebelah kiri sebagai "pilot monitoring".

4. Pesawat menjelajah hingga ketinggian 32.000 kaki melewati jalurnya M635. "Di layar terlihat pesawat berbelok ke kiri," kata Mardjono.

5. Pesawat teridentifikasi oleh "air traffic controller" (ATC) Jakarta kontak awal pada pukul 23.11 (UTC/GMT atau perbedaan dengan Indonesia sekitar tujuh jam), pesawat tersebut berbelok ke kiri dari jalur M365.

6. Pilot meminta untuk naik hingga ketinggian 38.000 kaki, namun ATC di Jakarta memerintahkan untuk tetap berada di 32.000 kaki (stand by).

7. Pada pukul 23.16, ATC mengizinkan pilot (cleared the pilot) untuk menaikkan ketinggian hingga 34.000 kaki.

8. Saat kejadian tersedia gambar-gambar serta foto satelit cuaca dengan formasi Cumulonimbus yang puncak awannya mencapai 44.000 kaki.

9. Posisi terakhir pesawat yang ditangkap oleh radar berada di titik koordinat LS 3 34 48,6 LS dan 109 41 50,47 BT. "Pada posisi ini pesawat kembali sejajar dengan jalur M635," katanya.

10. Pada 30 Desember 2014, Basarnas menemukan jenazah dan serpihan pesawat terapung di permukaan laut Selat Karimata.

11. Pada 9 Januari 2015, ditemukan bagian ekor pesawat pada titik koordinat 03 37 40 LS dan 109 42 75 BT.

12. Flight Data Recorder ditemukan pada 03 37 22,2 LS dan 109 42 42,1 BT.  "FDR dibawa ke Jakarta sampai di sini malam, esok harinya atau kurang dari 24 jam diunduh terdapat 1,200 parameter rekaman, dengan 174 jam terbang," kata Mardjono.

13. Pada 13 Januari 2015 ditemukan "Cockpit Voice Recorder" (CVR) pada koordinat 3 37 18,1 LS dan 109 42 12,2 BT. CVR merekam dua jam empat menit penerbangan terakhir yang berisi pembicaraan flight crew atau antarpilot dan pilot dengan petugas ATC.

14. Kotak hitam diunduh diteliti di Laboratorium KNKT yang memakan waktu 11 jam.

15. Berdasarkan data FDR dan CVR sebelum kejadian pesawat menjelajah stabil di ketinggian 32.000 kaki.

16. Rekaman kotak hitam berhenti pada pukul 23.20 (UTC/GMT).

17. Pada 27 Januari 2015, 70 jasad ditemukan oleh Tim Basarnas.

18. Dilakukan evakuasi serta pencarian korban yang terus berlanjut.

Mardjono mengatakan seluruh informasi tersebut berdasarkan fakta, namun bukan tidak mungkin untuk diklarifikasi dan diperbarui sebelum nantinya disimpulkan dalam laporan terakhir sekitar 10 bulan mendatang.

5. Keluarga korban berdoa bersama mengenang kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501

Mengenang Tragedi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Enam Tahun LaluKeluarga Korban AirAsia QZ8501 Keluarga membawa potret diri dari Oscar Desano saat penjemputan jenazah di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (14/1). (ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho)

Setahun setelah tragedi tersebut, para keluarga korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 menggelar doa bersama di Ruang Mahameru kompleks Markas Polda Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Senin, 28 Desember 2015.

"Ini silaturahim dan berdoa bersama khusus memperingati tragedi AirAsia yang diadakan bersama-sama keluarga dan kerabat korban," ujar Presiden Direktur AirAsia Indonesia, Suni Widyatmoko, ketika ditemui usai acara yang digelar tertutup itu.

Pada kesempatan tersebut, hadir dari pihak AirAsia yang diwakili langsung salah satu pendirinya, Datuk Kamarudin, Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya TNI FH Bambang Sulistiyo, mantan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, beserta perwakilan dari Polda Jatim.

Sedangkan, CEO AirAsia, Tony Fernandes, juga menyampaikan sambutan melalui video telekonferensi dan menyampaikan duka cita dan permohonan maaf kepada keluarga korban, sekaligus komitmen menata kinerja perusahaannya agar tidak terulang.

KNKT telah membuka hasil investigasinya secara komprehensif, yang mengungkap penyebab kecelakaan AirAsia QZ8501 itu mulai dari aspek manajemen perawatan dan pemeliharaan hingga aspek operasinalisasi manusia pengawak. Tidak ada penyebab tunggal. 

Sementara itu, salah seorang keluarga korban, Imam Sampurno, acara ini  sebagai penguat jalinan silaturahim sekaligus mengenang insiden yang mengakibatkan 162 orang yang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin dan 156 penumpang termasuk seorang teknisi meninggal dunia itu.

"Niatnya harus diapresiasi sehingga kami dari keluarga korban bisa bersama-sama mendoakan yang terbaik buat almarhum dan almarhumah. Saya pribadi sudah ikhlas karena ini semua ujian dari Tuhan," katanya.

Kakek asal Probolinggo tersebut kehilangan empat anggota keluarganya, yakni anak dan menantunya Donna Indah Nurwatie dan Gusti Made Bobi Sidartha, kemudian dua cucunya Gusti Atu Putriyan Permatasari serta Gusti Ayu Made Keisha Putri.

Pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura yang kecelakaan jatuh di Perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Minggu pagi, 28 Desember 2014.

Berdasarkan hasil investigasi KNKT, pesawat Airbus A320 PK-AXC yang semula terbang di ketinggian 32.000 kaki di atas permukaan laut itu stall atau kehilangan daya angkat.

Pelaksana Tugas Kepala Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo, dalam konferensi pers awal Desember 2015 lalu membenarkan pesawat mengalami kehilangan daya angkat hingga akhir rekaman Flight Data Recorder atau FDR.

"Pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut upset condition dan stall hingga akhir FDR, ini sudah di luar kemampuan pilot," katanya.

Baca Juga: Pilot Melontarkan Diri Saat Pesawat Tempur TNI AU Jatuh di Riau 

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Bella Manoban

Berita Terkini Lainnya