Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Isu Proporsional Tertutup, Pengamat Duga Ada Skenario Menangkan PDIP

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Pengamat Politik dan Pemilu, Ray Rangkuti, menduga sikap PDIP yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaannya pada Pemilu 2024 mendatang. 

“Yang diuntungkan salah satunya adalah PDIP, karena mereka mendorongnya. Dengan menerapkan proporsional tertutup, sebenarnya mau membekukan struktur kemenangan (pemilu) ini,” kata Ray Rangkuti dalam diskusi yang digelar Paracyndicate bertajuk 'Proyeksi Politik 2023, Membaca Arah Pemilu 2024: Terbuka atau Tertutup?' di Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2023).

1. Ada potensi penyempitan parpol yang berkuasa pasca Pemilu 2024

Diskusi Paracyndicate bertajuk 'Proyeksi Politik 2023, Membaca Arah Pemilu 2024: Terbuka atau Tertutup?' (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Diskusi Paracyndicate bertajuk 'Proyeksi Politik 2023, Membaca Arah Pemilu 2024: Terbuka atau Tertutup?' (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia ini menuturkan, jika sistem proporsional tertutup berlaku, maka akan terjadi penyempitan partai politik yang berkuasa pasca Pemilu 2024.

Terlebih, sambungnya, ambang batas parlemen atau parliamentary treshold (PT) empat persen masih berlaku. 

“Artinya apa? Jangan-jangan ini bagian dari skenario memformulasi penyempitan kesempatan parpol. Sudah bisa diduga kok paling hebat lima partai politik kalau kita pakai proporsional tertutup, yang lainnya gak akan lolos di parlementary threshold,” ucap dia.

2. Proporsional tertutup ditolak banyak parpol

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Diketahui, sebanyak delapan fraksi di DPR RI kompak mengeluarkan pernyataan sikap bersama ingin sistem pemilu proporsional terbuka. 

Delapan fraksi itu di antaranya; Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Hanya fraksi PDIP yang tidak ada dalam pernyataan sikap bersama tersebut.

3. Pakar ungkap kelemahan proporsional terbuka

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riewanto, menanggapi usulan kembali menerapkan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 mendatang. Menurut dia, sistem tersebut bisa menjawab kelemahan yang ada dalam sistem proporsional terbuka.

Agus menyoroti dua kelemahan sistem pemilu terbuka. Kelemahan tersebut berdasarkan evaluasi pelaksanaan Pemilu 2009, 2014, dan 2019 yang menerapkan sistem proporsional terbuka dengan penentuan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.

“Pertama, melemahkan identifikasi diri dengan partai atau Party ID. Party ID merupakan perasaan seseorang bahwa partai tertentu adalah identitas politiknya. Party ID ini merupakan komponen psikologis yang akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dukungan terhadap partai dan sistem kepartaian yang bisa memperkuat demokrasi,” ujar Agus dalam keterangannya, Rabu.

Agus kemudian mengutip hasil survei nasional yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada Februari 2021. Survei menunjukkan bahwa party identity masyarakat Indonesia sangat rendah. Sebanyak 92,3 persen dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia menyatakan tidak ada kedekatan dengan partai politik tertentu (Party ID).

Hal ini menunjukkan sentimen terhadap partai rendah sekali. Jika sentimen terhadap partai baik, maka pemilih akan merasa diwakili oleh partai.

"Demikian pula hasil survei nasional Litbang Kompas pada Januari 2022 menunjukkan lemahnya Party ID di Indonesia. Dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia menemukan 67,3 persen pemilih tidak ada ikatan Party ID, sedangkan pemilih yang menyatakan ada ikatan Party ID hanya 23,8 persen," ucap dia.

Selain melemahkan Party ID, persoalan kedua yang disebabkan oleh sistem proporsional terbuka adalah melahirkan fenomena antipartai politik atau deparpolisasi yang berdampak buruk bagi bangunan demokrasi di Indonesia.

“Terjadi perubahan pilihan pemilih dari satu partai politik ke partai politik lain, dari satu pemilu ke pemilu selanjutnya (electoral volatility) sehingga pemilu menghasilkan perubahan dramatis yang ditandai naik-turunnya dukungan pemilih terhadap partai layaknya roller coaster,” ujar Agus.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us