Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Filipina Kejar Perundingan CoC Laut China Selatan sebagai Ketua ASEAN

Laut China Selatan (pixabay.com/user1488365914)
Laut China Selatan (pixabay.com/user1488365914)
Intinya sih...
  • Upaya menyelesaikan CoC yang tertunda dua dekadeFilipina melihat peluang untuk mendorong penuntasan kode etik yang telah macet hampir dua dekade. ASEAN dan China pertama kali berkomitmen membentuk CoC pada 2002, namun pembahasan substantif baru dimulai 15 tahun kemudian.
  • Ketegangan Filipina–China jadi latar tekanan diplomatikOptimisme Manila bukan tanpa konteks. Hubungan Filipina dan China kian memburuk dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah serangkaian insiden di perairan sengketa. Manila menuduh Beijing melakukan tindakan agresif, sementara Beijing menyatakan Filipina melakukan provokasi.
  • Peran baru Filipina untuk krisis Myanmar
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Filipina menyatakan optimismenya perundingan code of conduct (CoC) Laut China Selatan dapat mencapai penyelesaian ketika negara itu memimpin ASEAN tahun depan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Theresa Lazaro, yang menilai bahwa momentum politik antara ASEAN dan China tengah menunjukkan arah yang lebih konsensual.

Lazaro menekankan bahwa CoC yang sedang dinegosiasikan harus bersifat mengikat secara hukum agar dapat memberikan kepastian dan mencegah eskalasi di kawasan. Ia menambahkan bahwa baik ASEAN maupun China kini mulai menunjukkan keselarasan pandangan, meski proses perundingan yang dimulai sejak 2017 berjalan lambat.

“Inilah niat kami, dan saya pikir ini juga merupakan aspirasi seluruh ASEAN bahkan China untuk menyelesaikan dan menghasilkan kode tersebut,” ujar Lazaro dalam konferensi pers. Sikap optimistis ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Filipina dan China dalam beberapa tahun terakhir.

Sengketa maritim itu dipicu klaim Beijing atas hampir seluruh Laut China Selatan, yang ditegaskan melalui armada penjaga pantai dan milisi maritimnya. Beberapa negara menuduh langkah tersebut mengganggu aktivitas perikanan serta energi di zona ekonomi eksklusif mereka.

1. Upaya menyelesaikan CoC yang tertunda dua dekade

Filipina melihat peluang untuk mendorong penuntasan kode etik yang telah macet hampir dua dekade. ASEAN dan China pertama kali berkomitmen membentuk CoC pada 2002, namun pembahasan substantif baru dimulai 15 tahun kemudian.

Lazaro mengatakan bahwa kini telah muncul “rasa” atau kesadaran bersama untuk bergerak menuju finalisasi. “Saya pikir sudah ada perasaan di antara ASEAN dan China bahwa kode etik itu akan disimpulkan,” tegasnya. Pernyataan ini mencerminkan upaya diplomasi Manila untuk memanfaatkan posisinya sebagai ketua ASEAN 2026.

Meski demikian, berbagai hambatan teknis dan politik dinilai tetap dapat memperlambat penyelesaian, terutama terkait kepatuhan dan mekanisme penegakan. Namun, Filipina menilai bahwa keberadaan kerangka yang mengikat secara hukum akan memberikan dasar lebih kuat untuk mengelola potensi gesekan.

Sementara itu, negara-negara ASEAN lain disebut terus mendorong agar CoC dapat memperkuat stabilitas kawasan, tanpa mengorbankan kepentingan kedaulatan masing-masing negara.

2. Ketegangan Filipina–China jadi latar tekanan diplomatik

Optimisme Manila bukan tanpa konteks. Hubungan Filipina dan China kian memburuk dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah serangkaian insiden di perairan sengketa. Manila menuduh Beijing melakukan tindakan agresif, sementara Beijing menyatakan Filipina melakukan provokasi.

Amerika Serikat beberapa kali mengecam China atas apa yang disebut sebagai tindakan destabilisasi. Ketegangan ini ikut mendorong Filipina untuk memperkuat posisi diplomatiknya, termasuk melalui kerangka ASEAN.

Dengan finalisasi CoC, Filipina berharap ada mekanisme yang dapat mencegah insiden yang berpotensi memicu konflik lebih besar. Manila juga menilai bahwa kode etik yang mengikat secara hukum dapat menutup celah interpretasi yang selama ini dimanfaatkan dalam sengketa maritim.

Di sisi lain, China menyatakan tetap berkomitmen pada proses penyusunan CoC, meski belum menunjukkan kesediaan untuk menerima kerangka yang benar-benar mengikat secara hukum.

3. Peran baru Filipina untuk krisis Myanmar

Selain isu Laut China Selatan, Filipina juga mengemban tugas diplomatik baru. Lazaro ditunjuk sebagai utusan khusus ASEAN untuk konflik Myanmar, menggantikan upaya yang dilakukan oleh ketua-ketua ASEAN sebelumnya.

Ia menyatakan akan membangun kerja dari upaya yang sudah berjalan, dengan fokus membuka kembali jalur dialog antara pihak-pihak yang bertikai. Lazaro mengakui bahwa frustrasi ASEAN terhadap junta Myanmar semakin besar, terutama karena kegagalan mereka untuk menerapkan rencana perdamaian lima poin yang disepakati.

ASEAN juga menekankan pentingnya dialog dibandingkan pemilu yang direncanakan junta pada Desember. Kredibilitas pemilu itu telah dipertanyakan oleh banyak pihak, termasuk Sekretaris Jenderal PBB.

Filipina berharap dapat memainkan peran stabilisator, sekaligus mendorong kesatuan sikap ASEAN agar tekanan terhadap junta tetap efektif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in News

See More

KPK Dalami Dugaan Perusakan Segel di Rumah Dinas Gubernur Riau

17 Nov 2025, 21:01 WIBNews