Jakarta, IDN Times - Kuasa Hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menuding Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal membuktikan motif yang menguntungkan kliennya. Hal itu ia ungkapkan dalam nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

"Majelis Hakim Yang Mulia, sampai dengan dibacakannya tuntutan oleh Penuntut umum, tidak terbukti sama sekali motif yang menguntungkan terdakwa dengan melakukan dugaan tidak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum," ujar Ronny dalam persidangan.

Menurut Ronny, tak ada satu pun motif menguntungkan bagi Hasto, seperti yang didakwakan. Sebab, pengurusan PAW (Pengganti Antarwaktu) itu akan berujung pada Harun Masiku mendapat jabatan sebagai anggota legislatif.

"Terdakwa tidak memiliki motif dan tidak diuntungkan apabila melakukan penyuapan dan atau merintangi penyidikan tetapi Harun Masiku memilki seluruh daya dan motif untuk melakukan penyuapan dan merintangi penyidikan," ungkapnya.

Ronny menyinggung riwayat panjang Hasto sebagai Sekjen PDIP. Menurutnya, Hasto sosok yang beritegritas dan berkarakter kuat.

"Sebagai sekertaris jenderal terdakwa terkenal sebagai figur yang sellau menjunjung tinggi prinsip penegakan hukum dan supremasi konstitusi, baik dalam kapasitasnya sebagai politisi maupun akademisi," ujar Ronny.

"Maka, karena itu dugaan keterlibatan dalam tindak pidana, baik dalam perkara suap dan perintangan merupakan pernyataan yang kontra produktif mengada-mengada dan tidak masuk akal," imbuhnya.

Diketahui, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto didakwa telah melakukan perintangan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus eks caleg PDIP Harun Masiku. 

Pertama, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel agar tidak terlacak usai KPK menangkap Wahyu Setiawan. Kedua, Hasto meminta ajudannya, Kusnadi, merendam ponsel milik Sekjen PDIP itu saat diperiksa di KPK pada Juni 2024.

Selain itu, ia juga didakwa turut serta menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Suap senilai Rp600 juta itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku.

Hasto didakwa telah melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kourpsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.