Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jangan Sembarangan! Ini Cara Pakai Tabung Oksigen bagi Pasien Isoman

Ilustrasi tabung oksigen (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Jakarta, IDN Times - Banyak warga antre untuk mengisi tabung oksigen buat pasien COVID-19. Namun dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, mengingatkan masyarakat bahwa tidak bisa asal begitu saja memakai tabung oksigen, harus terlebih dahulu konsultasi kepada tenaga medis.

Erlina mengatakan, saturasi oksigen seseorang harus diukur terlebih dahulu sebelum zat O2 atau oksigen diberikan kepada penderita. Pengukuran bisa dilakukan dengan alat pulse oximeter.

"Bahwa orang normal itu saturasi normal 95-100 persen," ucap Erlina dalam acara "Ngobrol Seru by IDN Times", yang tayang di Instagram @idntimes, Jumat (9/7/2021).

Seseorang diberikan bantuan oksigen saat saturasi oksigennya turun di bawah 95 persen. Dosis oksigen yang diberikan menyesuaikan, atau sampai saturasi pasien tersebut menjadi normal yakni di kisaran 95-100 persen.

"Jadi mulailah dari yang rendah, (misalnya) dari 2 liter (per menit). Pada saat 2 liter dan ternyata saturasinya berkisar di atas 95 (persen), itu sudah cukup. Kecuali yang 2 liter masih di bawah 95, naikkan lagi dosis menjadi 3/4 (liter per menit sampai saturasi pasien normal)," tambahnya.

1. Pemberian oksigen dengan nasal canulla atau mask oxygen, ada takarannya

Infografis jenis terapi oksigen untuk pasien COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Erlina mengatakan, pemberian oksigen kepada seseorang bisa memakai nasal canulla (berbentuk seperti selang yang dimasukkan ke dalam hidung) atau dengan mask oxygen (masker oksigen). Khusus untuk nasal canulla, dosis oksigen yang diberikan kepada pasien tidak lebih dari 5 liter per menit.

"Nah kalau kita set up-nya sampai 6/7 liter (bahkan) sampai 10 liter (per menit), itu selebihnya akan terbuang ke udara bebas. Jadi percuma, karena tidak ada kemampuan dari selang (nasal canulla) itu untuk menyalurkan lebih dari 5 liter per menit," ucap dia.

2. Cara terapi oksigen tanpa bantuan tabung oksigen

ilustrasi pedoman teknik proning (IDN Times/Sukma Shakti)

Erlina mengatakan, seseorang tidak harus memakai tabung oksigen bila tidak benar-benar mendesak membutuhkannya. Menurutnya, ada cara lain untuk terapi oksigen tanpa bantuan tabung oksigen, yang sekarang ini banyak diburu masyarakat untuk penderita COVID-19.

"Jadi upayakan untuk sering-sering tidur menelungkup (atau) tengkurap," ucap Erlina.

Dia menjelaskan, paru-paru manusia sebelah kiri memiliki 2 lobus. Untuk paru-paru kanan, memiliki 3 lobus.

Erlina mengatakan, permukaan paru-paru yang paling besar ada di bagian belakang atau punggung. Dengan tidur tengkurap, paru-paru akan lebih bisa mengembang untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida (CO2).

"Jadi itulah mengapa kami dokter paru mengajarkan kepada masyarakat agar belajar tidur tengkurap. Jadi tidur menelungkup supaya memungkinkan bagian paru bagian belakang untuk berkembang dengan baik dan mengambil oksigen," lanjut dokter dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Namun bagaimana untuk orang yang tidak nyaman dengan posisi tidur telentang? Mengenai hal itu, Erlina mengatakan, tidur seseorang bisa dikombinasikan.

"Jadi disarankan bagian bawah dadanya diberi bantal supaya nyaman (tidur tengkurap) dan kalau gak kuat 2 jam, (kombinasikan) 30 menit (tidur) telungkup, (lalu) 30 menit miring kiri, 30 menit miring kanan, itu bergantian. Itu salah satu upaya menambah kadar oksigen dalam darah supaya kita tidak sesak," ucapnya.

3. Cara mengetahui seseorang mengalami masalah pernapasan atau tidak

Ilustrasi Ruang Isolasi Mandiri COVID-19. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Erlina melanjutkan, pasien positif COVID-19 bergejala ringan bisa melakukan isolasi mandiri di rumah. Lalu, pasien bergejala ringan itu harus meminum obat dan vitamin yang diberikan, tidur dan istirahat cukup, dan lainnya.

Dia pun memberi tahu cara untuk mengetahui seseorang mengalami masalah pernapasan atau tidak, yakni dengan menghitung napasnya dalam 1 menit.

"Jadi orang bernapas yang normal itu antara 16-22 kali per menit. Kalau Anda merasa tidak nyaman, hitung frekuensi napasnya dalam 1 menit. Anda harus waspada atau was-was kalau frekuensi napas semenit itu lebih dari 24 kali per menit," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sachril Agustin Berutu
EditorSachril Agustin Berutu
Follow Us