Kader TBC Jakarta Keluhkan Tak Dapat Insentif, Ini Penjelasan Dinkes

- Skema insentif untuk kader TBC sedang dibahas.
- Pemprov tetap berikan perhatian kepada kader TBC.
- Kader TBC tak dapat insentif dari Pemprov, keluhkan beban kerja meningkat.
Jakarta, IDN Times – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menjelaskan alasan mengapa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum memberikan insentif khusus bagi kader tuberkulosis (TBC) di wilayah ibu kota.
Menurut Ani, kader TBC di Jakarta umumnya juga merangkap sebagai kader lainnya seperti kader jumantik maupun dasawisma, sehingga peran mereka sudah terintegrasi dalam berbagai kegiatan kesehatan masyarakat.
“Jadi sebenarnya kader TBC itu biasanya terintegrasi, kader jumantik juga kader TBC juga dasawisma juga. Honor yang khusus untuk TBC saat ini masih dibiayai oleh NGO Global Fund. Nanti seperti apa kelanjutannya, kita sedang mengusulkan skemanya,” jelas Ani kepada IDN Times, Minggu (26/10/2025).
1. Skema insentif untuk kader TBS sedang dibahas

Ia menambahkan, pembahasan terkait skema insentif bagi kader TBC sudah dilakukan di internal pemerintah daerah. Meski begitu, mekanisme pemberian honor masih mengikuti pola dari Global Fund yang selama ini mendukung program penanggulangan TBC di Jakarta.
“Sudah dibahas, kita usulkan. Skemanya seperti apa nanti akan kita lihat lagi, karena sebagian besar kader TBC itu juga kader jumantik dan kader dasawisma,” ujarnya.
2. Pemprov tetap berikan perhatian

Menanggapi anggapan bahwa Pemprov DKI kurang memperhatikan kader TBC, Ani menegaskan bahwa pemerintah tetap memberikan perhatian kepada seluruh kader kesehatan di Jakarta, terutama dalam bentuk dukungan dan penghargaan.
“Ada lah, pokoknya terhadap semua kader kita sebenarnya berikan perhatian khusus, misalnya ketika sakit, ketika berobat, dan sebagainya. Kalau mekanisme honornya, karena ini masih mekanisme Global Fund, tapi prinsipnya kita sedang mengusulkan skema yang terbaik,” tegasnya.
3. Kader TBC tak dapat insentif dari Pemprov

Sebelumnya, sejumlah kader TBC di lapangan mengeluhkan belum adanya insentif tetap dari pemerintah daerah, meski beban kerja mereka meningkat seiring dengan target eliminasi TBC nasional pada 2030.
Kader TBC dari Jakarta Utara, Ike Minah mengatakan selama ini tidak ada insentif dari pemerintah daerah. Kondisi ini berbeda dengan kader Jumantik dan Dasawisma yang mendapatkma insentif Rp750 ribu.
"Tidak ada gaji dar pemerintah atau setidaknya vitamin atau pendukung. Padahal kamu merupakan garda terdepan dalam penanganan TBC," ucapnya.
Selama ini, Ike hanya mendapat bantuan operasional dari NGO (Non-Governmental Organization) sebesar Rp900 ribu per bulan jumlah yang jauh dari cukup dengan risiko.
"Namanya di jalan butuh bensin, makan, kadang ban bocor, beli susu, vitamin. Bahkan seringkali pasien TBC juga berutang karena mereka anggap kami seperti keluarga. Jadi ya kalau kami dampingi biasanya kami pakai uang transport kami sendiri. Bukan berarti kami banyak uang tapi kami merasa sudah panggilan dari hati," ucapnya lirih.
Namun, saat program berhenti maka dia tidak mendapatkan fee. Meski demikian, Ike masih melayani pasien TBC.
"Tetap jemput dahak bagi pasien, siapa yang mau periksa dahak tetap saya jemput. Saya antar ke Puskesmas. Saya tetap memberikan edukasi, memberikan penyuruhan, memberikan screening ke masyarakat tetap jalan terus setiap hari. Jadi nggak melihat ada apa tidak tapi saya mohon si pemerintah coba tengoklah kami," ucapnya.

















