Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kapuspen: TNI Tak akan Periksa Warga Sipil Dalam RUU Keamanan Siber

Ilustrasi peretasan. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi peretasan. (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Masyarakat sipil nilai RUU KKS memberi kewenangan TNI masuk ke ruang sipil
  • Mabes TNI hargai pendapat dari Koalisi Masyarakat Sipil
  • RUU Keamanan dan Ketahanan Siber masih dalam tahap harmonisasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Freddy Ardianzah memastikan, kewenangan militer di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) hanya fokus untuk menjaga kedaulatan ruang siber di bidang pertahanan.

Freddy mengatakan, meski di dalam RUU tersebut TNI diberikan kewenangan sebagai penyidik, tetapi mereka tak akan memeriksa warga sipil yang terlibat dalam tindak kejahatan dunia siber. TNI, kata Freddy, hanya akan memeriksa personel militer yang diduga terlibat dalam tindakan kejahatan siber.

"Jadi, ranah sibernya TNI jelas ya. Kami menjaga kedaulatan ruang siber dari sisi pertahanan. Kami gak ada nanti misalnya memeriksa terkait dengan sipil. Itu juga sudah disampaikan juga oleh Bapak Menteri Hukum, persis seperti itu," ujar Freddy di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (9/10/2025).

RUU KKS ini menjadi sorotan masyarakat sipil lantaran di dalamnya turut terdapat pasal yang memasukan penyidik TNI sebagai penyidik tindak pidana di bidang keamanan dan ketahanan siber.

Poin tersebut tertulis di Pasal 56 RUU KKS yang berbunyi: 'penyidikan terhadap tindak pidana di bidang keamanan dan ketahanan siber sebagaimana dimaksud undang-undang ini, dilakukan oleh penyidik TNI yang diberi kewenangan sebagai penyidik tindak pidana di bidang keamanan dan ketahanan siber.'

Selain TNI, instansi lain yang diberi kewenangan di dalam RUU KKS sebagai penyidik yakni penyidik pada instansi pemerintah, penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penyidik Polri. RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber beredar secara terbatas sejak Kamis, 2 Oktober 2025 lalu.

Pembahasan RUU KKS sudah dilakukan sejak 2019 lalu. Namun, hingga masa kerja DPR periode 2014-2019 berakhir, RUU tersebut belum disahkan.

Kini prosesnya dipercepat karena sudah dimasukan ke dalam daftar prolegnas prioritas 2025. Hal ini lantaran serangan siber terhadap Indonesia terus melonjak setiap tahun.

1. Masyarakat sipil nilai RUU KKS memberi kewenangan TNI masuk ke ruang sipil

(Dokumentasi TNI AD)
Prajurit TNI ketika berkeliling saat melakukan patroli skala besar di Jakarta. (Dokumentasi TNI AD)

Sementara, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengatakan, dengan memasukan TNI sebagai penyidik di dalam RUU KKS, berpotensi mencampur adukan peradilan sipil dan militer. Hal itu secara langsung mengancam prinsip fair trial dan HAM.

"Pemisahan yurisdiksi yang ketat antara peradilan militer dan peradilan umum adalah syarat mutlak negara demokratis untuk menjamin akuntabilitas, transparansi dan menutup potensi impunitas. Kami berkaca juga dari kasus Ferry Irwandi," kata Julius di dalam keterangan tertulis.

Ketika itu, Ferry coba dikriminalisasi oleh empat jenderal TNI. Komandan Satuan Siber, Brigjen TNI Juinta Ombo Sembiring mendatangi kantor Polda Metro Jaya untuk urusan pengintaian terkait isu politik di dalam negeri.

"Pelibatan TNI dalam urusan pertahanan siber harus dibatasi pada sektor pertahanan negara, bukan pada penegakan hukum tindak pidana umum apalagi yang bersifat politis," tutur dia.

2. Mabes TNI hargai pendapat dari Koalisi Masyarakat Sipil

(IDN Times/Santi Dewi)
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Freddy Ardianzah (memegang mikrofon) didampingi Wakil Kepala Pusat Penerangan, Brigjen Osmar Silalahi (kanan) dan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Tunggul (kiri). (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, Mayjen TNI Freddy Ardianzah menghargai pendapat dan kritik yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil soal RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Ia menilai, masukan dari masyarakat sipil layak untuk didengarkan.

"Memang kita harus terus berkolaborasi, terus mendengarkan untuk memberikan nilai positif dalam kehidupan dan tugas-tugas TNI di masa depan," katanya.

3. RUU Keamanan dan Ketahanan Siber masih dalam tahap harmonisasi

IMG-20251002-WA0041.jpg
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas (IDN Times/Azis Zulkhairil)

Sementara, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, draf RUU tersebut masih dalam tahap harmonisasi. "Masih proses harmonisasi atau pembahasan antar kementerian, jadi draf itu tidak berasal dari Kementerian Hukum. Sekarang kita lagi melakukan proses harmonisasi,” ujar Supratman di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu kemarin.

Sebelumnya Supratman mengatakan, draf RUU tersebut sedang disusun bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

"Lagi sementara disusun drafnya. Jadi di Kementerian Hukum sekarang ada panitia antar kementerian, kemudian dari BSSN (Badan Sandi dan Siber Negara), kemudian juga dari Komdigi," kata menteri dari Partai Gerindra itu di Graha Pengayoman Kemenkum, Jakarta, Jumat, 3 Oktober 2025 lalu.

Supratman mengatakan, tak ada masalah dalam proses penyusunan draf RUU ini. Ia menambahkan, draf itu secepatnya akan diserahkan ke DPR RI untuk dibahas.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Kementerian ESDM Pastikan 45 Ribu Sumur Minyak Dikelola Rakyat

09 Okt 2025, 23:12 WIBNews