Tiga Tahun Berlaku, UU TPKS Masih Terkendala Pembentukan UPTD PPA

- Kemen PPPA mendorong percepatan pembentukan UPTD PPA dan berkolaborasi dengan Kemenkumham untuk standarisasi layanan agar masyarakat mendapat pelayanan berkualitas dan berperspektif korban.
- Ninik Rahayu menilai UU TPKS sebagai tonggak penting perlindungan korban kekerasan seksual, namun implementasinya perlu dukungan infrastruktur dan berbagai pihak agar efektif.
- Diseminasi lintas lembaga dan mendorong pembentukan unit pengaduan, sistem rujukan, serta pendampingan korban untuk perlindungan dan pemulihan menyeluruh.
Jakarta, IDN Times - Usai disahkan pada Apirl 2022, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) ternyata masih menyimpan berbagai tantangan. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Desy Andriani menjelaskan, salah satunya adalah pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
"UU TPKS sudah berjalan selama tiga tahun setengah, namun masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Dari enam layanan yang ada saat ini, akan bertransformasi menjadi sebelas layanan di bawah UPTD PPA. Tantangan lain adalah belum terbentuknya UPTD PPA di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, padahal pembentukannya merupakan mandat undang-undang,”ujarnya, dikutip Kamis (9/10/2025).
1. Dorong percepatan pembentukan UPTD PPA di seluruh daerah

Menurutnya, Kemen PPPA terus mendorong percepatan pembentukan UPTD PPA di seluruh daerah.
Ke depan, Kemen PPPA berkolaborasi dengan kementerian atau lembaga lainnya. Utamanya adalah Kementerian Hukum yang akan melaksanakan sertifikasi dan standarisasi layanan UPTD PPA, supaya masyarakat mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan berperspektif korban.
2. Dukungan pada UU TPKS lewat infrastruktur yang mudahkan korban

Sementara, Direktur Jalastoria Ninik Rahayu mengatakan, lahirnya UU TPKS merupakan tonggak penting dalam sejarah perlindungan korban kekerasan seksual di Indonesia.
“UU TPKS mengingatkan bahwa kasus kekerasan seksual sudah berlangsung lama. Kehadiran UU ini diharapkan dapat mempercepat penanganan dan pencegahan kekerasan seksual," kata dia.
Meski demikian, implementasinya membutuhkan dukungan banyak pihak, termasuk penyediaan infrastruktur yang memudahkan korban untuk melapor, merasa aman, mendapatkan pemeriksaan kesehatan, serta pendampingan selama dan setelah proses hukum.
3. Samakan pemahaman terkait latar belakang dan urgensi UU TPKS

Dia menyampaikan apresiasi atas langkah pelibatan seluruh pihak dalam diseminasi UU TPKS. Menurutnya, inisiatif ini membantu menyamakan pemahaman terkait latar belakang dan urgensi UU TPKS agar dapat diterapkan di masing-masing institusi.
Mulai dari membentuk unit pengaduan yang mudah diakses, baik secara daring maupun luring, tanpa harus menunggu adanya kasus. Kedua, membangun sistem rujukan dengan UPTD PPA dan lembaga layanan berbasis masyarakat.
"Ketiga, memberikan pendampingan bagi korban agar mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang menyeluruh,” kata Ninik.