Kasus Haji, Ketua dan Bendahara Koperasi Amphuri Diperiksa KPK

- Ketua dan Bendahara Koperasi Amphuri diperiksa KPK terkait dugaan korupsi penentuan kuota haji di Kementerian Agama.
- Diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Indonesia mendapatkan tambahan 20 ribu kuota haji yang seharusnya dibagi untuk haji reguler dan khusus.
- Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp1 triliun, namun belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua dan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) yakni Joko Asmoro dan Fandi. Keduanya diperiksa terkait dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama.
"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk penyelenggaran ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (14/10/2025).
1. Diperiksa di Gedung Merah Putih KPK

Berdasarkan informasi yang dihimpun, keduanya datang hampir berbarengan. Joko Asmoro datang sekitar pukul 09.51 WIB, sedangkan Fandi 09.52 WIB.
"Pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK," ujarnya.
2. Indonesia dapat tambahan 20 ribu kuota haji

Diketahui, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, 92 persennya untuk kuota haji reguler.
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus.
Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus.
Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, pada 15 Januari 2024.
3. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun

KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.