Kasus Video Syur GA, Polisi Panggil Ahli ITE dan Pornografi

Jakarta, IDN Times - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pihaknya akan memanggil ahli untuk dimintai keterangan terkait kasus video syur yang melibatkan artis GA dan MYD.
“Kami sedang menjadwalkan juga untuk pemeriksaan beberapa saksi ahli lagi, termasuk saksi ahli ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), ahli pornografi, dan ahli pidana yang lain,” kata Yusri di Polda Metro Jaya, Rabu (6/1/2021).
1. Pemeriksaan ahli sambil melengkapi keterangan tersangka

Pemeriksaan ahli akan dilakukan sambil menunggu pemeriksaan terhadap tersangka GA yang sempat tertunda, karena mangkir dari panggilan pemeriksaan pada 4 Januari 2021.
“Sambil menunggu kita melengkapi berkas perkara, sambil melengkapi alat-alat bukti yang lain,” ujar Yusri.
2. Tersangka MYD wajib lapor dua minggu sekali

Tersangka MYD sebagai terduga pria dalam video syur juga telah dimintai keterangan, dan saat ini ia dikenakan wajib lapor meski tak langsung ditahan.
“Senin dan Kamis, dua minggu sekali (MYD) akan datang ke sini sambil kita melengkapi berkas perkara yang ada,” kata Yusri.
3. Polisi siap gelar perkara kasus video syur

Yusri menjelaskan, jika keterangan ahli sudah didapat, maka pihaknya akan segera melaksanakan gelar perkara. Namun, polisi masih menunggu keterangan tersangka GA yang akan diperiksa pada Jumat 8 Januari 2021.
“Kalau memang sudah lengkap nanti akan kita serahkan ke JPU (jaksa penuntut umum). Cuma kan ini belum ada pemeriksaan kepada saudari GA,” ujar dia.
4. Kompaks minta kasus video syur GA dihentikan

Kasus video syur berujung pada penetapan tersangka pada artis GA dan MYD. Menanggapi kasus ini, Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) merasa geram atas ketidakadilan yang terjadi terhadap GA, dan mengecam tindakan aparat hukum yang membeberkan hasil pemeriksaan kepada media serta masyarakat.
"Kasus ini adalah salah satu bentuk dari kekerasan gender berbasis siber yang sangat merugikan GA sebagai korban penyebaran video intim," kata Riska Carolina, Spesialis Advokasi dan Kebijakan Publik perwakilan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pusat, dalam keterangan tertulis, Kamis (30/12/2020).
Kompaks merasa penetapan GA sebagai tersangka justru kembali menyakiti dia yang merupakan korban kekerasan seksual.
"Hukum yang sepatutnya melindungi perempuan dan kelompok rentan malah berubah ganas dan mengkriminalisasi korban kekerasan seksual," ujar Riska.
Maka itu, Kompaks mendorong agar jurnalis dan media massa tidak menyudutkan atau menyalahkan GA, serta memberitakan kasus ini dengan perspektif korban, sebagaimana netralitas jurnalisme yang dijunjung tinggi.
Selain itu, Kompaks juga berharap agar aparat penegak hukum dan penyidik kepolisian fokus penyidikan terhadap pelaku yang menyebarkan video syur tersebut.
"Kepolisian harus dengan segera menghentikan proses hukum terhadap GA, dengan mengeluarkan SP3 dan menempatkan GA sebagai korban," katanya.
DPR dan pemerintah juga diminta mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai payung hukum yang fokus pada pemenuhan hak korban kekerasan seksual seperti GA, dalam bentuk perlindungan dan pemulihan tanpa kriminalisasi.
5. Motif penyebaran video syur

Kasus video syur ini bermula dari laporan Ketua Umum Aliansi Pejuang Muda Indonesia Febrianto Dunggio dan terdaftar dengan Nomor: LP/6608/XI/YAN.2.5./2020/SPKT PMJ, bertanggal 7 November 2020.
Febrianto membuat laporan tersebut karena merasa video tersebut meresahkan masyarakat, total ada lima akun media sosial yang mengunggah video tersebut. Keesokan harinya pada 8 November, advokat Pitra Romadoni Nasution membuat laporkan untuk kasus serupa pada tiga akun penyebar tayangan itu.
Polisi juga telah menetapkan dua pelaku penyebar video syur tersebut. Kedua pelaku masing-masing berinisial MN dan PP. Namun penyebar video pertama belum ditangkap. Mereka mengaku tengah mengikuti kontes di media sosial atau yang dikenal dengan istilah give away. Agar menang, mereka terus menyebar video tersebut.
Baru-baru ini polisi juga menetapkan GA dan MYD sebagai tersangka dan disangkakan melanggar Pasal 4 juncto Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 8 juncto Pasal 34 UU Pornografi dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Keduanya terancam dipenjara 6 bulan hingga 12 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta, dan paling banyak Rp6 miliar. GA dan MYD juga mengakui video itu dibuat pada 2017, di sebuah hotel di kawasan Medan, Sumatra Utara.