Kejagung Sita Kilang Milik Anak Bos Minyak Riza Chalid di Kasus Pertamina

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita aset berupa kilang minyak dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang juga anak bos minyak, Riza Chalid.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, penyitaan yang dilakukan pada hari ini, Rabu (11/6/2025), terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.
"Saya sampaikan bahwa benar penyidik pada jajaran Jampidsus sejak tadi pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, sudah berada di lokasi dan melakukan penyitaan," ujarnya di Kejagung.
Ia mengatakan, penyitaan tersebut dilakukan terhadap dua lokasi penyimpanan minyak milik PT OTM dengan total luas lahan mencapai 222.615 meter persegi.
Dari kedua lahan penyimpanan itu terdapat total lima tangki dengan kapasitas 24.400 kiloliter, tiga tangki kapasitas 20.200 kiloliter, empat tangki kapasitas 12.600 kiloliter, tujuh tangki kapasitas 7.400 kiloliter dan dua tangki kapasitas 7.000 kiloliter.
Kemudian, dua dermaga yang digunakan untuk kapal tanker dan kapal LNG untuk bersandar dan melakukan bongkar muat minyak mentah juga disita.
"Serta Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum nomor 34.241.04," jelasnya.
Selama proses penyitaan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, maka operasional dari kilang minyak tersebut akan digunakan oleh PT Pertamina Patraniaga.
"Jadi dilakukan penyitaan tetapi operasionalisasinya juga tidak boleh berhenti," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebut, total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.