Kementerian PPPA Usulkan 2 RUU pada Prolegnas 2025-2029

- Kementerian PPPA mengusulkan 2 RUU untuk dimasukkan Program Legislasi Nasional Jangka Menengah 2025-2029, yaitu RUU Kesetaraan Gender dan RUU atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
- Penyusunan RUU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dilatarbelakangi kendala implementasi di lapangan dan faktor perubahan sistem hukum, sementara RUU tentang Kesetaraan Gender perlu pengaturan yang lebih kuat.
- Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak mendukung revisi UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak untuk perlindungan anak yang lebih implement.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengusulkan dua rancangan undang-undang (RUU) untuk bisa dimasukkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025-2029.
Dua RUU yang dimaksud adalah RUU tentang Kesetaraan Gender, dan RUU revisi atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Menindaklanjuti usulan tersebut, ada catatan yang diberikan untuk melakukan pendalaman kembali terkait dua usulan RUU tersebut. Kami melaksanakan kegiatan ini agar dapat menghimpun masukan dan saran dari berbagai sektor dalam memberikan perlindungan anak dan mewujudkan kesetaraan pada level kebijakan,” kata Plt. Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu dalam keterangannya, dikutup Senin (14/10/2024).
1. Kendala implementasi di lapangan

Titi Eko menyampaikan latar belakang penyusunan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di antaranya masih ditemukan kendala pada implementasinya di lapangan. Hal ini berdasarkan kajian yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat sipil.
Lebih lanjut, faktor perubahan sistem hukum turut mempengaruhi, seperti disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Belum semua perempuan nikmati akses dan manfaat pembangunan

Penyusunan RUU tentang Kesetaraan Gender telah beberapa kali masuk dalam Prolegnas. Titi menjelaskan pihaknya terus mengupayakan RUU tersebut karena belum semua perempuan menikmati akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang seimbang dalam berbagai bidang pembangunan.
"Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional tidak dapat secara efektif melaksanakan advokasi pengarusutamaan gender, dikarenakan hanya mengikat lembaga eksekutif. Oleh karenanya, perlu pengaturan yang lebih kuat terkait sistem dan mekanisme bagi penyelenggara negara di lingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk mewujudkan kesetaraan,” kata Titi Eko.
3. Dorong implementasi yang lebih libatkan aparat penegak hukum

Dari sisi perlindungan anak, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Imron Rosadi mendukung revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal ini adalah untuk mewujudkan perlindungan anak yang lebih implementatif. Namun dalam upaya revisi dua hal maka perlu diperhatikan konsepsi dan implementasinya nanti.
“Kami setuju untuk melakukan revisi karena penerapannya di lapangan banyak mendapat masukan konstruktif. Namun kami menyampaikan, kalau melakukan revisi dua hal yang perlu diperhatikan yaitu tentang konsepsi atau persepsi dan kedua implementasinya. Terkait implementasinya, diharapkan lebih meningkatkan peran aparat penegak hukum, mendorong hubungan antar kelembagaan dan pembagian tugas antar kementerian/lembaga yang ada,” kata Imron.