Kemen PPPA: Media dan Pers Kunci Cegah Kekerasan Berbasis Gender

- Kementerian PPPA mengakui peran media sebagai katalisator dalam pencegahan kekerasan berbasis gender.
- KBG menjadi tantangan, termasuk online, dengan korban terbanyak adalah perempuan dan anak.
- Dewan Pers menekankan pentingnya jurnalis untuk responsif gender dan melindungi identitas korban dalam pemberitaan kekerasan.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) paham bahwa media dan pers berperan krusial sebagai katalisator mempercepat pemahaman publik soal berbagai hal, salah satunya pencegahan kekerasan berbasis gender (KBG). Sinergi dari berbagai produk jurnalistik terlibat aktif dalam pencegahan dan penanganan semua bentuk kekerasan.
“Kekerasan berbasis gender adalah kejahatan serius yang harus ditangani dengan serius. Ikhtiar pemerintah tidak pernah putus untuk melindungi perempuan dan anak. Kerja sinergi dan kolaborasi menjadi pilar atau kuncinya termasuk dengan media dan pers," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (PHP) Kemen PPPA, Ratna Susianawati dalam keterangannya, dikutip Kamis (3/10/2024).
1. Penting agar jurnalis menilai dampak dari pemberitaan

Berbagai bentuk KBG menjadi tantangan. Bukan hanya yang terjadi secara langsung di kehidupan sehari-hari tetapi juga secara online. Korban paling banyak adalah kelompok perempuan dan anak. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan pentingnya jurnalis untuk menilai dampak dari pemberitaan.
“Jurnalis tidak hanya bebas merdeka dalam mencari informasi dan fakta-fakta sebagai sumber berita, mengolah, menyimpan data-datanya namun ketika menyebarkan juga punya tanggung jawab terhadap dampak (dari tulisannya),” kata Ninik.
2. Jangan jadi buzzer saat beritakan kekerasan gender

Ninik juga mengingatkan, 87 persen pelanggaran kode etik terjadi di media online, termasuk menyebutkan identitas korban dan mendiskriminasi perempuan. Ini jadi hal penting agar pers mengedepankan prinsip perlindungan korban dan responsif gender dalam setiap pemberitaan kasus kekerasan. Dewan Pers dalam hal ini sudah mempunyai kode etik untuk membuat pagar terhadap kebebasan pers.
“Syarat berita itu harus verifikasi, akurasi berulang-ulang. Tanpa akurasi bukannya anda menolong tapi anda akan berpotensi mere viktimisasi (menyalahkan kembali) korban kekerasan seperti menyebutkan identitas korban. Teman-teman media saya ingatkan, dalam konteks kekerasan gender jangan jadi buzzer. Hak korban meskipun satu orang itu hak asasi manusia yang harus kita bela, jangan cuma kejar cuan,” katanya.
3. Kegiatan penguatan media serta pers cegah dan respons kekerasan gender

Sebagai rangkaian aksi kolaborasi multisektoral dalam mencegah KBG, Kemen PPPA menginisiasi kegiatan yang melibatkan pemangku kepentingan dari media dan pers. Inisiasi ini dikemas dalam kegiatan dialog interaktif bertajuk “Aksi dan Kolaborasi Pentahelix: Penguatan Media dan Pers dalam Pencegahan dan Respon Kekerasan Berbasis Gender", Senin (30/9/2024) di Jakarta.
Ini merupakan kegiatan lanjutan dari kick off yang dilaksanakan pada 11 Juli 2024 lalu.