Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kerja Sama RI-Norwegia Terkait Iklim Harus Perhatikan Masyarakat Adat

Aksi penolakan tambang migas oleh masyarakat adat di Kantor DPRD Mimika, Jalan Cenderawasih, Timika, Papua Tengah, Senin (30/10/2023). (IDN Times/Endy Langobelen)
Intinya sih...
  • Pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia di Istana Merdeka dianggap langkah positif dalam mitigasi perubahan iklim.
  • Kerja sama kedua negara harus didasarkan pada prinsip yang adil, transparan, dan memperhatikan kepentingan masyarakat adat serta pelaku ekonomi lokal.
  • Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon sejak tahun 2020 hingga 2023, melebihi target komitmen penurunan emisi karbon dari tahun 2020 sebanyak 945 juta ton sampai pada tahun 2022 sebesar 875 juta ton.

Jakarta, IDN Times - Ahli Emisi Karbon, Osco Olfriady Letunggamu menilai pertemuan antara Presiden Joko "Jokowi" Widodo dengan Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen sebagai langkah positif dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Adapun, diplomasi kedua negara itu digelar di Istana Merdeka pada Minggu, 2 Ju4ni 2024.

1. Harus tetap memperhatikan hak masyarakat adat

Sambut bulan suci ramadan masyarakat adat Lampung gelar festival Bulimau (Instagram.com/kemilaupesawaran)

Osco mengimbau agar kerja sama tersebut harus didasarkan pada prinsip yang adil dan transparan, serta memperhatikan kepentingan dan hak masyarakat adat, serta pelaku ekonomi lokal. 

Selain itu, perlu juga dipertimbangkan mekanisme pengawasan dan verifikasi yang kuat untuk memastikan proyek yang didukung memberikan manfaat signifikan dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga kelestarian lingkungan.

"Secara keseluruhan, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Menteri Eriksen merupakan langkah positif dalam memperkuat kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim," kata dia dalam keterangannya, Senin (3/6/2024).

2. Jokowi ingin Norwegia jadi mitra politik hijau

Menteri LHK, Siti Nurbaya bersama Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Andreas Bhelland Eriksen menemui Presiden Jokowi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Osco menuturkan, pertemuan tersebut sebagai upaya memberikan pemahaman serta persepsi agar tidak terjadi diskriminasi Eropa terkait sawit Indonesia. 

"Pertemuan semacam ini menjadi penting karena membahas strategi dan kolaborasi antar negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi lingkungan," jelasnya.

Osco menjelaskan, Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon sejak tahun 2020 hingga 2023. Bahkan, Indonesia berhasil melampaui target komitmen penurunan emisi karbon dari tahun 2020 sebanyak 945 juta ton sampai pada tahun 2022 sebesar 875 juta ton. 

Pemerintah sendiri memperkirakan pada tahun 2023 pengurangan gas karbon sebesar 810 juta ton.

“Pak Jokowi ingin membuat Norwegia sebagai mitra politik hijau yang strategis dan secara paralel Jokowi menyampaikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia mempunyai atensi yang sangat tinggi terhadap emisi karbon, tata kelola dana lingkungan hidup dan niaga karbon kredit," tutur dia.

3. Kredit karbon dinilai jadi instrumen penting

Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Osco memandang, pencapaian Indonesia pada target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink untuk tahun 2030 akan memberikan manfaat ganda, yaitu membantu Indonesia memenuhi target pengurangan emisi. Selain itu juga untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di berbagai sektor, termasuk pertanian, kehutanan, dan energi. 

"Kredit karbon menjadi instrumen penting dalam memfasilitasi transfer teknologi dan investasi ke sektor-sektor yang ramah lingkungan, serta memberikan insentif bagi negara-negara berkembang untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan," jelas Osco. 

Adapun, Norwegia dikenal sebagai negara yang aktif dalam upaya perlindungan lingkungan dan pengurangan emisi karbon. Kerja sama antara Indonesia dan Norwegia dalam pendanaan untuk penurunan emisi dari defrorestasi dan degradasi hutan tertuang dalam kesepakatan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Namun kerja sama yang dimulai pada 2010 itu sudah berakhir pada 2021 lalu.

Osco menilai, pemutusan kerjasama tersebut tidak berpengaruh terhadap komitmen Indonesia dalam memenuhi target pengurangan emisi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us