Ketua BEM SI: Indonesia Sedang Dipimpin Matahari Kembar

Jakarta, IDN Times - Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, mengatakan saat ini Indonesia seolah-olah tengah dipimpin dua presiden, yakni Prabowo Subianto dan Joko "Jokowi" Widodo. Situasi itu terasa dari kebijakan yang dikeluarkan menteri Prabowo, namun diklaim tanpa berkoordinasi lebih dulu dengan presiden.
Mahasiswa dari Universitas Mataram, Lombok itu kemudian mengambil contoh kebijakan pelarangan penjualan gas LPG 3 kilogram yang menimbulkan antrean panjang di sejumlah lokasi. Hal itu merupakan dampak warga harus antre membeli gas di pangkalan resmi Pertamina.
"Kami memandangnya seolah-olah negara kita masih dipimpin oleh dua presiden, jadi ada dua matahari. Kami berkaca dari kasus ketika gas LPG dilarang dijual di tingkat pengecer," ujar Herianto ketika berbincang dalam program "Ngobrol Seru" yang tayang di YouTube IDN Times, Senin (17/2/2025) malam.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyebut kebijakan pelarangan penjualan gas LPG di tingkat pengecer itu atas instruksi presiden.
Namun, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad justru menyebut hal sebaliknya. Kebijakan larangan penjualan gas LPG 3 kilogram itu diimplementasikan tanpa berkoordinasi dengan Prabowo.
"Pak Dasco kan bilangnya itu bukan instruksi dari Prabowo. Nah, ini kan dua hal yang bertolak belakang. Ada yang bilang itu bukan instruksi Prabowo, tapi Bahlil mengatakan sebaliknya, itu instruksi presiden, tapi presiden yang mana?" kata Herianto.
"Itu kan artinya ada dua matahari," lanjut mahasiswa jurusan pertanian itu.
1. Mahasiswa kecewa karena Prabowo malah meneriakan "hidup Jokowi"

Hal lain yang menjadi kekecewaan mahasiswa, kata Herianto, yakni Prabowo justru semakin mesra dengan Presiden ketujuh Joko "Jokowi" Widodo. Momen tersebut tercermin ketika puncak perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul City International Convention Centre (SICC), Bogor akhir pekan lalu.
Padahal, menurut Herianto, di ruang publik sedang bergaung 'adili Jokowi' sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang dikeluarkan selama dua periode kepemimpinannya.
"Yang digaungkan oleh Prabowo di acara itu kok malah 'hidup Jokowi'. Kan seharusnya yang disampaikan 'hidup rakyat'. Artinya, hubungan kedua pemimpin masih erat," kata dia.
Herianto tidak mempermasalahkan bila relasi antara presiden berkuasa dengan mantan presiden tetap erat. Tetapi, kata dia, hal tersebut dinilai belum saatnya. Apalagi kemarahan publik terhadap Jokowi terus meningkat.
2. Mahasiswa dukung pemerintah pangkas jumlah kementerian

Lebih lanjut, Herianto mengatakan, mahasiswa sepakat bila Prabowo memangkas jumlah kementerian saja, ketimbang harus melakukan efisiensi anggaran. Sebab, pembengkakan menteri dari 38 menjadi 48 berdampak langsung pada anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah. Angka itu belum termasuk 56 wakil menteri dan lima kepala badan.
"Memangkas jumlah kementerian adalah solusi konkret untuk efisiensi anggaran. Bukan menambah (jumlah) kementerian. Sebaliknya memangkas kementerian-kementerian yang tidak kompeten untuk dan dilebur dengan kementerian lain," kata dia.
Akibat kabinet gemuk, kata Herianto, kini kebijakan efisiensi anggaran berdampak ke publik. Itu sebabnya, kata dia, mahasiswa memilih turun ke jalan berunjuk rasa. Sebab, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdampak langsung ke masyarakat dan mahasiswa.
"Pemangkasan anggaran itu berdampak ke sektor pendidikan. Itu disampaikan ketika dilakukan raker antara Kementerian Tinggi Sainstek dengan DPR. Setelah masyarakat protes, pihak Istana dan DPR menyatakan sebaliknya," tutur dia.
Melalui Kementerian Keuangan, pemerintah menjamin tidak akan memangkas anggaran di sektor pendidikan. Meski begitu, kata Herianto, mahasiswa tidak langsung percaya begitu saja. Mereka memilih tetap turun ke jalan mengkritik kebijakan pemerintah yang kurang tepat itu.
"Karena kan dari kasus-kasus sebelumnya, pemerintah suka nge-prank masyarakat," katanya.
3. Demonstrasi "Indonesia Gelap" akan berlangsung hingga Kamis

Herianto mengatakan demonstrasi mahasiswa 'Indonesia Gelap' akan berlangsung hingga Kamis, 20 Februari mendatang. Mahasiswa berunjuk rasa di daerah masing-masing pada Senin, 17 Februari 2025. Kemudian, aksi bakal dipusatkan di Jakarta pada 19-20 Februari 2025.
"Fokus kita saat ini ke Istana dulu untuk di Jakarta. Tapi kesepakatan (aksi) juga akan mengarah ke DPR, karena ada kebijakan-kebijakan di DPR yang bermasalah. Semoga aspirasi kami ini bisa didengarkan," katanya.
Herianto menyebut ada tujuh tuntutan yang dibawa mahasiswa saat aksi 'Indonesia Gelap.' Salah satunya adalah mencabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.