Komisi III DPR akan Klarifikasi ke Kapolri-Kejagung soal Penguntitan

- Komisi III DPR akan meminta klarifikasi terkait aksi penguntitan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) oleh Densus 88 Antiteror.
- Penguntitan tersebut menuai spekulasi di publik dan menjadi isu menarik, memerlukan penjelasan resmi agar kasus serupa tidak terulang.
Jakarta, IDN Times - Komisi III DPR akan meminta klarifikasi kepada Jaksa Agung dan Kapolri terkait aksi penguntitan yang dialami oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah.
Namun, belum diketahui kapan klarifikasi itu dilakukan. Febrie pada awal pekan lalu dikuntit oleh dua anggota Densus 88 Antiteror.
"Izinkan Komisi III untuk mengklarifikasi ini agar semua jelas," ujar Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (27/5/2024).
Meski begitu, Bambang enggan berkomentar lebih jauh soal aksi pembuntutan terhadap aparat penegak hukum (APH) itu. Ia memilih mendengarkan lebih dulu keterangan dari Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Selain itu, ia khawatir opini yang berkembang di ruang publik semakin liar.
"(Para pihak) diundang, iya. Kan dulu begitu. Kalian dapat penjelasan dari Pak Kapolri langsung clear kan gitu toh," tutur dia lagi.
1. Penjelasan resmi dibutuhkan agar tak ada spekulasi di ruang publik

Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, penguntitan tersebut kini menjadi isu menarik dan menuai spekulasi di publik. Oleh sebab itu, penjelasan resmi dibutuhkan agar kasus seperti pembunuhan yang menjerat mantan Kadiv Propam Polri, Fery Sambo tidak terulang.
"Ini kan menjadi berita dan isu yang menarik. Itu menimbulkan banyak spekulasi dengan tataran yang agak berbeda. Tapi, spekulasi muncul seperti kasus Sambo atau kasus Duren Tiga. Peristiwa Duren Tiga kan juga menimbulkan spekulasi yang banyak," tutur pria yang juga akrab disapa Bambang Pacul itu.
2. Menko Polhukam klaim hubungan Kejagung-Polri tetap adem ayem

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto, mengklaim relasi Polri dan Kejaksaan Agung tetap adem ayem meski ditengarai terjadi aksi penguntitan. Ia meminta publik agar mempercayai bahwa isu tersebut akan dituntaskan oleh Kemenko Polhukam.
"Percaya sama saya, nanti kalau ada apa-apa saya akan bicara," ujar Hadi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
"(Hubungan Kejagung-Polri) adem-adem. Dingin. Media harus membantu untuk mendinginkan suasana, adem," ujar dia.
3. PBHI nilai tupoksi Densus 88 Antiteror untuk cegah ancaman teror bukan intai APH

Sementara, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menduga aksi personel Densus 88 Antiteror membuntuti Jampidsus bukan inisiatif individu. Sebab, cara kerja Densus 88 Antiteror harus bergerak berdasarkan instruksi atau penugasan dari atasan.
"Artinya, apa pun yang dilakukan di bawah tanggung jawab Kapolri itu sendiri. Jadi, Kapolri harus bertindak tegas. Hanya ada dua titik di situ, kalau tidak ada perintah maka ada kelalaian di mana anggotanya melakukan tindakan di luar perintah," ujar Julius kepada IDN Times melalui pesan suara pada pekan lalu.
Selain itu, apa yang dilakukan Densus 88 Antiteror tidak sesuai tupoksinya. Sebab, mereka seharusnya memantau ancaman teror. Justru yang terjadi, Densus 88 Antiteror memantau pergerakan aparat penegak hukum lainnya.
"Densus 88 Antiteror ranahnya pada aksi terorisme, bukan pada penyidikan atau penegakan hukum di bidang antikorupsi," tutur dia.