Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komisi XIII: Menutupi Fakta Sejarah Sama Saja Bohongi Bangsa Ini

Ketua DPP PDIP Andreas Hugo sebut tak ada ganjalan terkait pertemuan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto. (IDN Times/Amir Faisol)
Ketua DPP PDIP Andreas Hugo sebut tak ada ganjalan terkait pertemuan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto. (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • Menutupi fakta sejarah sama saja membohongi bangsa
  • Komisi XIII menekankan pentingnya penulisan sejarah yang benar dan objektif sebagai pelajaran bagi bangsa ini.

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira, turut menanggapi pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon yang menyangkal tidak adanya pemerkosaan massal pada Mei 1998. Ia mengingatkan, jangan sampai sekali-kali melupakan sejarah yang telah tercatat untuk bangsa ini.

Menurut dia, penulisan sejarah yang faktual dan objektif penting untuk menjadi pelajaran bangsa ini agar belajar dari sejarah.

"Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, begitu kata Bung Karno. Forgive but not forget, kata Nelson Mandela," kata Andreas kepada wartawan, Selasa (17/6/2025).

2. Menutupi peristiwa sejarah sama saja membohongi bangsa

Politisi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira. (IDN Times/Margith Juwita Damanik)
Politisi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira. (IDN Times/Margith Juwita Damanik)

Menurut dia, sekalipun ada bagian dari fakta sejarah yang pahit, maka tetap harus diakui untuk menjadi pembelajaran bagi bangsa ini di masa mendatang. Memanipulasi dan menutup-nutupi peristiwa sejarah hari ini, kata dia, sama saja dengan membohongi bangsa ini.

"Memanipulasi, menutup-nutupi peristiwa sejarah hari ini sama saja dengan membohongi diri, membohongi bangsa," kata dia.

"Kalimat-kalimat yang dikemukakan tokoh-tokoh dunia tersebut tentang peristiwa masa lalu, pahit sekalipun menunjukan bahwa pentingnya penulisan sejarah yang benar dan objektif untuk menjadi pelajaran bagi bangsa," lanjut dia.

Dia mengatakan, tidak ada manfaatnya kalau buku sejarah ditulis untuk membangun persatuan tetapi menutupi fakta sejarah yang penting.

"Karena justru ini akan menimbulkan kecurigaan dan luka yang tidak terobati dan akan membusuk dalam perjalanan waktu," kata dia.

2. Fadli Zon harus minta maaf ke publik

Fadli Zon
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam wawancara program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times (Youtube IDN Times)

Gabungan masyarakat dan mahasiswa di Belanda mendesak Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, mencabut pernyataannya yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998. Fadli juga didesak untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik atas pertanyaannya itu.

“Gabungan masyarakat dan mahasiswa Indonesia di Belanda mendesak Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. H. Fadli Zon untuk secara terbuka menyampaikan permintaan maaf dan mencabut pernyataannya yang tidak berpihak pada korban dan keluarga korban dalam tragedi kerusuhan Mei 1998,” demikian keterangan gabungan masyarakat dan mahasiswa Indonesia di Belanda, dikutip IDN Times, Senin (16/6/2025).

Adapun terkait rencana penulisan ulang sejarah, pemerintah didesak untuk membuka ruang dialog sejarah yang plural dan adil terhadap korban, termasuk para eksil yang terhalang pulang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak pemerintah.

Gabungan mahasiswa juga mendesak pemerintah mengungkap kebenaran di balik kasus pelanggaran HAM, baik di masa lalu maupun yang terjadi era sekarang.

“Desakan ini muncul atas dasar kegagalan negara yang terus berlarut-larut dalam menyelesaikan pengungkapan kebenaran dari 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang hingga ini belum memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka,” tulisnya.

3. Fadli ungkap tak ada pemerkosaan massal 1998

Fadli Zon
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam wawancara program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times (Youtube IDN Times)

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyangkal, tidak ada pemerkosaan massal dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998. Fadli Zon mengatakan, apa yang terjadi di peristiwa Mei 1998 masih bisa diperdebatkan, termasuk informasi mengenai adanya pemerkosaan massal.

Menurut dia, selama ini tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei '98.

"Kalau itu menjadi domain kepada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita gak pernah tahu, ada gak fakta keras kalau itu kita bisa berdebat. Nah, ada perkosaan massal. Betul gak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu gak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada gak di dalam buku sejarah itu? Gak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us