Formmapi Sentil Putusan MKD: Lebih Sibuk Bela Teman daripada Jaga Etik

- MKD lebih fokus menyelamatkan teman daripada menegakkan kehormatan DPR
- Proses sidang MKD dinilai terlalu singkat dan dangkal, tanpa ruang pembelaan yang cukup
- Isu hoaks dijadikan tameng, mengabaikan aspek etika yang seharusnya jadi inti persoalan
Jakarta, IDN Times – Putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap lima anggota DPR yakni Adies Kadir, Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya, dan Ahmad Sahroni menuai kritik tajam. Adapun putusan itu tak memberikan sanksi terhadap Uya Kuya dan Adies Kadir. Sementara Eko, Nafa, dan Sahroni hanya mendapat hukuman nonaktif sementara.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyebut keputusan itu sudah bisa ditebak sejak awal dan menunjukkan bahwa MKD lebih fokus menyelamatkan teman sendiri ketimbang menegakkan kehormatan DPR.
“Saya kira sih keputusan MKD memang sudah bisa diduga sebelumnya. Keputusan sebagaimana dibacakan hari ini memang nampaknya sudah sejak awal diniatkan oleh MKD,” kata Lucius kepada IDN Times, Rabu (5/11/2025).
1. MKD bukan penjaga etika, tapi "pelindung kolega"

Lucius menegaskan, keputusan MKD ini mencerminkan betapa lemahnya komitmen lembaga tersebut dalam menjaga marwah parlemen.
“Kode etik DPR itu dibuat untuk menjaga kehormatan dan wibawa DPR. Jadi perbuatan atau aksi kelima anggota itu harusnya dikomparasikan dengan kode etik, bukan dengan apakah ada pihak yang dirugikan atau tidak,” tegasnya.
Ia pun menyimpulkan bahwa keputusan MKD bukanlah upaya menegakkan etika, melainkan bentuk solidaritas internal antaranggota DPR.
“Jadi jelas bahwa keputusan MKD ini dan semua prosesnya memang untuk mengamankan nasib teman sendiri, bukan untuk menegakkan kehormatan DPR,” ucap Lucius.
2. Proses Sidang MKD dinilai terlalu singkat

Lucius menilai, proses sidang MKD berlangsung terlalu singkat dan dangkal. Hanya dalam satu hari, MKD menggelar rapat menghadirkan saksi-saksi, lalu langsung membacakan keputusan tanpa memberi ruang pembelaan bagi para anggota DPR terlapor.
“Bahkan saking sederhananya, tak ada waktu untuk mendengarkan pembelaan kelima anggota DPR nonaktif. Kan mestinya ada dong waktu bagi anggota DPR terlapor itu untuk membela diri mereka,” ujarnya.
Ia juga menyoroti absennya pakar etik dalam persidangan tersebut. Menurut Lucius, seharusnya MKD menghadirkan ahli yang bisa memberikan penilaian objektif terhadap dugaan pelanggaran etika para anggota dewan itu.
3. Hoaks dijadikan tameng, etika justru terabaikan

Lucius menilai, MKD terlalu fokus pada isu hoaks dan mengabaikan aspek etika yang seharusnya jadi inti persoalan. Ia menilai, narasi korban hoaks sengaja digiring untuk membela para anggota DPR yang terjerat kasus etik.
“Seolah-olah semua yang terjadi di akhir Agustus, lalu penonaktifan yang dibuat parpol, semua itu hanya korban dari hoaks,” ujar Lucius.
“Padahal hoaks apa sih? Yang dibilang hoaks itu komentar orang-orang terkait aksi mereka. Tapi peristiwanya itu sendiri benar adanya — ada joged-joged, ada salah angka, ada juga omong-omong,” tambahnya.
Menurut Lucius, MKD gagal mendalami persoalan etik yang sebenarnya. Ia menyebut, bukan soal ada atau tidaknya pihak yang dirugikan, tapi bagaimana tindakan para anggota itu mencederai wibawa dan kehormatan DPR.
Sebagaimana diketahui, MKD membacakan putusan terhadap Adies Kadir, Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya, dan Ahmad Sahroni pada hari ini (5/11/2025).
Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni dinyatakan melanggar kode etik sebagai legislator. Namun, MKD hanya memberikan mereka sanksi berupa dinonaktifkan dalam jangka waktu tertentu, bukan pemecatan.
Eko Patrio dinyatakan melanggar kode etik dan diberikan sanksi berupa penonaktifan dari DPR RI selama empat bulan. Sanksi nonaktif tersebut dihitung sejak Eko dinonaktifkan sebagai Anggota DPR oleh partainya yakni PAN.
Sahroni diberikan sanksi dinonaktifkan selama enam bulan. Sementara, Nafa Urbach dapat hukuman penonaktifan selama tiga bulan. Jangka waktu penonaktifan keduanya terhitung sejak dinonaktifkan sebagai Anggota DPR oleh NasDem.
Sementara, Uya Kuya dan Adies Kadir lolos dari jeratan sanksi. MKD menyatakan keduanya tidak melanggar kode etik. Dengan begitu, Uya Kuya dan Adies Kadir langsung diaktifkan kembali statusnya sebagai anggota DPR periode 2024-2029.

















