Komnas Perempuan: Korban Dugaan Pelecehan Unhas Harus Tetap Kuliah

- Universitas Hasanuddin harus memastikan korban pelecehan seksual bisa berkuliah dengan aman dan nyaman
- Komnas Perempuan mengantisipasi relasi kuasa antara korban dan pelaku serta memutus impunitasnya
Jakarta, IDN Times - Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, mengatakan, Universitas Hasanuddin (Unhas) harus memastikan korban pelecehan seksual yang dilakukan dosennya bisa tetap berkuliah dengan aman dan nyaman.
Dia mengingatkan agar tak ada diskriminasi kepada korban, mengingat pelaku mempunyai jabatan tinggi, yaitu sebagai dosen.
"Yang jadi persoalan itu selain dari kekerasan seksualnya sendiri adalah bagaimana korban bisa dipastikan menyelesaikan pendidikannya. Ini yang saya pikir mestinya menjadi concern dari civitas akademika, dia (korban) tidak menjadi terhambat, tidak dihalangi," kata dia di Jakarta, dikutip Sabtu (30/11 /2024).
1. Jangan sampai pendukung pelaku memberikan trauma baru pada korban

Dia juga mengantisipasi adanya relasi kuasa antara korban dengan pelaku. Menurut dia, hal seperti ini harus diputus impunitasnya.
"Harus diputus impunitas pada pelaku dan juga para pendukung pelaku yang itu bisa memberikan trauma baru pada korban. Misalnya, kalau pelakunya adalah dosen, dia pasti punya kolega-kolega yang kadang-kadang kolega ini justru ikut serta menyangkal tindakan dari pelaku dan bisa jadi mempersalahkan korbannya," kata dia.
Diketahui, dugaan pelecehan seksual dilakukan oleh FS, dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas kepada mahasiswi yang sedang melakukan bimbingan skripsi. FS dijatuhi sanksi administratif berupa skorsing selama dua semester dan dicopot dari jabatannya.
2. Koordinasi pemerintah dengan pihak kampus

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan, pihaknya akan berkoodinasi dengan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Unhas terkait kasus ini.
"Kami berkoordinasi dengan Satgas PPKS Unhas untuk mengetahui sejauh mana Satgas PPKS bekerja," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Ratna Susianawati.
3. Pentingnya penuhi kebutuhan korban

Ratna menjelaskan, dalam kasus ini pendampingan penting dilakukan kepada korban.
"Ini yang terpenting, memastikan kebutuhan korban yang harus dipenuhi," ujarnya.
Dalam kasus ini pihaknya juga berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulawesi Selatan.