Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Konferensi Pendidikan Pesantren Dorong Perkuat Tiga Prinsip, Apa Saja?

IMG-20251031-WA0000.jpg
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin (dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Tiga kata kunci dalam UU Pesantren bukan sekadar slogan: Rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi harus diwujudkan dalam kebijakan nyata agar pesantren mendapatkan kesetaraan dalam sistem pendidikan nasional.
  • Majelis Masyayikh merupakan lembaga independen: Majelis Masyayikh berfungsi memastikan sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren berjalan efektif tanpa menghilangkan kekhasan tradisi keilmuannya.
  • Pesantren punya tiga fungsi utama: Pesantren memiliki fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat yang tak terpisahkan dari jati diri pesantren.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Majelis Masyayikh resmi menggelar Konferensi Pendidikan Pesantren Nasional 2025 di Jakarta. Acara yang digelar selama tiga hari, sejak 5–7 November 2025, bertujuan memperkuat pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Konferensi bertema "Rekognisi, Afirmasi, dan Fasilitasi Pendidikan Pesantren untuk Pendidikan Bermutu yang Berkeadilan" ini diikuti oleh 300 peserta. Fokus utama konferensi adalah memperkuat tiga prinsip utama dalam pendidikan pesantren, yakni rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi terhadap sistem pendidikan pesantren dan lulusannya.

Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin menyampaikan, forum ini diharapkan menjadi ajang rutin untuk menyatukan pandangan dan membangun kesepahaman nasional tentang arah masa depan pesantren di Indonesia.

“Ini forum ilmiah yang mempertemukan kita semua para akademisi, peneliti, santri, kiai, dan perwakilan birokrasi untuk berbicara secara akademik sekaligus dari hati ke hati tentang arah pesantren ke depan,” ujar Gus Rozin dalam keterangannya, dikutip Jumat (7/10/2025).

1. Tiga kata kunci dalam UU Pesantren bukan sekadar slogan

IMG-20251031-WA0001.jpg
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin (dok. Istimewa)

Ia menegaskan, tiga kata kunci dalam UU Pesantren, yakni rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi, bukan sekadar slogan. Ketiganya harus diwujudkan dalam kebijakan nyata agar pesantren mendapatkan kesetaraan dalam sistem pendidikan nasional.

Menurut Rozin, rekognisi berarti pengakuan negara terhadap sistem pendidikan pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Afirmasi mencerminkan keberpihakan negara melalui kebijakan yang mendukung pesantren, sementara fasilitasi adalah bentuk tanggung jawab negara untuk menyediakan akses terhadap sumber daya pendidikan, pendanaan, dan peningkatan kualitas.

“Ketiga prinsip ini tidak boleh berhenti di tataran wacana. Negara harus hadir dengan kebijakan yang nyata agar pesantren tidak hanya diakui secara hukum, tetapi juga difasilitasi secara adil dalam pelaksanaannya,” kata dia.

2. Majelis Masyayikh merupakan lembaga independen

IMG-20251031-WA0002.jpg
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin (dok. Istimewa)

Rozin mengatakan, Majelis Masyayikh merupakan lembaga independen sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Pesantren. Meski berdiri secara otonom, Majelis Masyayikh berfungsi memastikan sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren berjalan efektif.

“Majelis Masyayikh hadir untuk memastikan standar mutu pendidikan pesantren dihormati tanpa menghilangkan kekhasan tradisi keilmuannya. Kami menjadi jembatan antara negara dan pesantren dalam memastikan mutu, tanpa mencabut akar tradisi keilmuan yang telah diwariskan para kiai,” kata dia.

3. Pesantren punya tiga fungsi utama

IMG-20250820-WA0000.jpg
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin (dok. Istimewa)

Dalam kesempatan itu, Rozin menyebut, pesantren memiliki tiga fungsi utama, yakni pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga fungsi tersebut menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari jati diri pesantren.

“Ketiganya bukan sekadar program, tetapi satu kesatuan nilai dan misi. Pesantren adalah tempat lahirnya manusia berilmu sekaligus berakhlak, ruang dakwah yang membumikan Islam rahmatan lil ‘alamin, dan pusat pemberdayaan umat yang membangun kemandirian ekonomi," ujar dia.

Ia menambahkan, identitas pesantren berakar pada nilai keimanan, ketakwaan, serta ajaran Islam yang rahmah dan berkeadaban.

“Pesantren memiliki kekhasan ideologis dan spiritual yang tidak bisa diseragamkan dengan lembaga pendidikan lainnya. Ia tumbuh dari masyarakat, hidup bersama masyarakat, dan mengabdi untuk kemaslahatan masyarakat,” ujar dia.

Menteri Agama, Nasaruddin Umar mengatakan, pemerintah juga sedang menyiapkan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren.

“Direktorat Jenderal Pondok Pesantren akan menjadi jembatan komunikasi antara Ditjen Pendidikan Islam dan ekosistem pesantren. Kita ingin memastikan kebijakan pendidikan Islam dan pesantren berjalan selaras dan saling memperkuat,” ucap Nasaruddin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in News

See More

Polisi Dalami Isu Perundungan di Kasus Ledakan SMAN 72 Jakarta

07 Nov 2025, 21:08 WIBNews