Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KontraS Bantah Pembahasan RUU TNI Terbuka: Dasco Cuma Ngeles

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya di kantor YLBHI, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya, menepis pernyataan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, yang menyatakan tak akan mempermasalahkan aksi protes pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, 15-16 Maret 2025.

Menurut Dimas, sejak awal rapat Panitia Kerja (Panja) UU TNI dilakukan secara tertutup, dan tak bisa dipantau publik. Itu pula alasan puluhan anggota DPR menggelar rapat panja di hotel mewah itu. 

"Tentu bila anggota DPR ingin memberikan ruang (untuk berekspresi) seharusnya itu tidak hanya untuk KontraS. Lagi-lagi kalau itu dibahas secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik, kenapa dari awal konsinyering tidak bisa diakses oleh publik secara live streaming dan akses bagi jurnalis untuk meliput?" ujar Dimas ketika menjawab pertanyaan IDN Times di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025). 

Menurut Dimas, apa yang disampaikan Ketua Harian Partai Gerindra itu sekadar untuk mengelak, karena tertangkap basah oleh publik melakukan rapat secara diam-diam.

"Seolah-olah dia akan membuka ruang partisipasi publik. Padahal, dari awal tidak pernah ada ruang pelibatan partisipasi masyarakat secara bermakna untuk pembahasan RUU TNI," tutur dia. 

Aksi protes yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil diwakili tiga aktivis KontraS. Mereka meminta agar pembahasan RUU TNI ditunda dan mendengarkan masukan publik. 

1. Pembahasan RUU TNI disebut dilakukan kilat sejak ada surpres

Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)

Lebih lanjut, Dimas kembali menepis pernyataan Dasco bahwa pembahasan RUU TNI sudah sesuai koridor. Padahal, RUU TNI dibahas secara kilat, apalagi surpres Prabowo dikirimkan ke parlemen pada 13 Februari 2025.

Pemerintah, kata Dimas, kemudian menargetkan RUU TNI rampung sebelum anggota DPR memasuki masa reses Idulfitri 1446 H. Artinya, pembahasan RUU ini hanya butuh waktu 37 hari. 

"RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) yang melibatkan masyarakat sipil hanya diberikan waktu dua hari. Bagaimana bisa membicarakan partisipasi publik kalau waktu yang diberikan RDPU hanya dua hari," kata dia. 

Dimas juga menyoroti dokumen Daftar Isian Masalah (DIM) RUU TNI yang tidak bisa diakses publik. DIM yang kini beredar di ruang publik adalah versi pemerintah. 

"Ketika dilakukan RDPU, kami masih menggunakan DIM yang lama. Sementara, di dalam DIM terbaru ada penambahan beberapa pasal yang tidak ada di draf RUU TNI yang lama," katanya. 

2. Jurnalis tak bisa masuk ke dalam ruang rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont

Ruang rapat pemerintah dan komisi I DPR di Hotel Fairmont yang membahas revisi UU TNI. (IDN Times/Santi Dewi)

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, juga sepakat dengan pernyataan Bagus. Ia membantah rapat Panja RUU TNI dilakukan secara terbuka. Sebagai bukti, para jurnalis tidak dibolehkan masuk ke dalam ruang rapat panja yang digelar di ruang Ruby I dan Ruby II. 

"Kalau mau yang benar caranya adalah lakukan (rapat panja) seperti di tatib, di dalam undang-undang bagaimana cara membahas undang-undang. Bagaimana? Buat rapatnya secara terbuka, jurnalis bisa meliput semuanya, tidak ada yang disembunyikan!" kata Isnur. 

Sehingga, dengan begitu, publik bisa mengetahui apa pandangan dari masing-masing anggota parlemen dari Komisi I. "Dengan rapat diadakan terbuka bisa diketahui fraksi mana yang ngotot? Fraksi mana yang ketika rapat memihak rakyat, kan kita gak tahu. Sekarang kan kita sama-sama gelap," tutur Isnur.

3. Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan motif kebut bahas RUU TNI

Ilustrasi prajurit TNI. (IDN Times/M.Idris)

Isnur juga mempertanyakan motif dari anggota parlemen dan pemerintah yang ngebut membahas RUU TNI. Apalagi, rapat konsinyering dilakukan di luar jam kerja dan hingga larut malam.

Belum lagi lokasi rapat konsinyering yang digelar di hotel bintang lima. Hal itu bertolak belakang dari kebijakan Presiden Prabowo Subianto mengenai efisiensi anggaran. Di sisi lain, lokasi Hotel Fairmont sangat dekat dari gedung parlemen. 

"Wajar jika publik akhirnya mencurigai (motif rapat diam-diam Panja RUU TNI). Oh, ini ada agenda target (RUU) selesai sebelum Lebaran. Targetnya bukan hanya percepatan pembagian posisi di TNI yang tidak dapat job desk alias non job," kata Isnur. 

Di sisi lain, YLBHI menduga amandemen Pasal 47 untuk membenarkan praktik pelanggaran UU TNI, karena menempatkan prajurit TNI aktif di instansi sipil. Prajurit TNI aktif itu pun tak memilih mundur sebagai tentara. 

"Undang-undang ini dibuat untuk melegitimasi kesalahan yang sudah dilakukan. Mulai dari BNPB dan Kementerian Kelautan, itu sudah ada (prajurit TNI) yang isi. Pejabatnya sudah ada, mereka sudah dapat SK lalu langsung bertugas, tanpa undang-undang," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us