Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KontraS Soroti Kemunduran HAM 2025 dan Kritik Gelar Soeharto

(IDN Times/Santi Dewi)
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya ketika memberikan keterangan pers di kantor KontraS. (IDN Times/Santi Dewi)
Intinya sih...
  • KontraS merilis Catatan Hari HAM Sedunia 2025, menilai kemunduran serius kondisi HAM di Indonesia.
  • Tidak ada kemajuan berarti dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM sepanjang 2025, pemerintah dinilai tidak memprioritaskan isu tersebut.
  • Terjadi 42 peristiwa extra judicial killing yang menyebabkan 44 korban meninggal dunia, dengan aparat keamanan sebagai aktor dominan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis Catatan Hari HAM Sedunia 2025 yang diperingati setiap 10 Desember. Dalam laporan terbaru ini, KontraS menilai kondisi HAM di Indonesia mengalami kemunduran serius.

Salah satu sorotan utama adalah penganugerahan gelar pahlawan kepada Soeharto, yang mereka sebut mencerminkan praktik otoritarianisme serta budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menilai pemerintah justru mendorong wacana penulisan ulang sejarah nasional secara sepihak dan abai terhadap luka masa lalu.

"Hal tersebut diperburuk dengan wacana penulisan ulang sejarah nasional Indonesia yang abai dengan berbagai peristiwa pelanggaran berat HAM yang terjadi, serta mengesampingkan penderitaan para korban dan penyintas peristiwa pelanggaran berat HAM," ujarnya, Kamis (12/11/2025).

1. Soroti peresmian Gedung Memorial Living Park Rumoh Geudong

Warga melihat monumen Rumoh Geudong (rumah gedung) di Desa Bilie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Aceh, Minggu (25/6/2023). (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Warga melihat monumen Rumoh Geudong (rumah gedung) di Desa Bilie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Aceh, Minggu (25/6/2023). (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

KontraS menilai, tidak ada kemajuan berarti dalam penyelesaian pelanggaran berat HAM sepanjang 2025. Pemerintah bahkan dinilai tidak menempatkan isu tersebut sebagai prioritas.

Salah satu contoh adalah peresmian Memorial Living Park Rumoh Geudong pada Juli 2025, yang dianggap hanya menghadirkan simbol tanpa upaya penegakan keadilan.

Dimas mengingatkan kembali temuan tulang belulang pada Maret 2024 yang diduga kuat sebagai korban pembunuhan dalam peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh tahun 1989–1998.

"Penemuan tulang belulang yang diduga kuat merupakan para korban pembunuhan peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989-1998 oleh para pekerja proyek pada Maret 2024 silam nampaknya dibiarkan menguap melalui ruang simbolik memorialisasi tanpa kehadiran serius negara dalam upaya pengungkapan kebenaran maupun keadilan terhadap kasus pelanggaran berat HAM di Aceh," kata Dimas.

2. Peristiwa pelanggaran berat HAM Paniai tak jelas nasibnya

Olah TKP kasus pembakaran sejumlah bangunan di Kabupaten Paniai, Papua Tengah, Jumat (24/5/2024). (IDN Times/Istimewa)
Olah TKP kasus pembakaran sejumlah bangunan di Kabupaten Paniai, Papua Tengah, Jumat (24/5/2024). (IDN Times/Istimewa)

Perkara pelanggaran berat HAM Paniai juga dianggap mandek tanpa kejelasan hukum. Menurut KontraS, hampir tiga tahun sejak memori kasasi diserahkan ke Mahkamah Agung, persidangan belum dilanjutkan karena belum adanya hakim ad hoc HAM yang ditunjuk.

Akibatnya, keluarga korban hidup dalam ketidakpastian.

"Keluarga korban peristiwa Paniai hingga kini dibiarkan menunggu tanpa kepastian yang jelas," beber Dimas.

3. Ada 42 peristiwa extra judicial killing, sebanyak 44 orang meninggal dunia

(IDN Times/Santi Dewi)
Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya. (IDN Times/Santi Dewi)

KontraS mencatat pelanggaran hak dasar warga negara masih terus berulang sepanjang Desember 2024 hingga November 2025. Terdapat 42 peristiwa extra judicial killing yang menyebabkan 44 korban meninggal dunia.

Aparat keamanan disebut sebagai aktor dominan, dengan rincian Polri terlibat dalam 26 peristiwa dan TNI dalam 15 peristiwa.

"Berbagai peristiwa tersebut secara jelas merupakan pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi dan tidak dapat dibatasi dalam kondisi apapun," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us

Latest in News

See More

Lonjakan ekstrajudisial 2025, KontraS Sorot Dominasi Polri dan TNI

11 Des 2025, 13:05 WIBNews