Korban Pelecehan Seksual Eks Rektor UP Minta Asistensi Propam Polri

- Korban pelecehan seksual eks Rektor UP melaporkan kejanggalan SPDP ke Propam Polri.
- Pengacara korban meminta asistensi Propam Polri terhadap kasus yang tak kunjung menetapkan tersangka.
- Penyidik Polda Metro Jaya dinilai tidak komunikatif dan melanggar kode etik hukum acara.
Jakarta, IDN Times - Pihak korban pelecehan seksual oleh eks Rektor Universitas Pancasila (UP) mendatangi Propam Polri, Jakarta Selatan pada Rabu (16/4/2025).
Pengacara kedua korban, Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat, meminta Propam Polri memberikan asistensi terhadap kasus yang berjalan sejak Januari 2024 itu. Soalnya, polisi tak kunjung menetapkan tersangka dalam kasus itu hingga kini.
“Kami minta Propam Polri melakukan pengawasan terhadap laporan kami di Polda Metro Jaya, karena tingkatannya kan lebih tinggi,“ kata Yansen di Jakarta.
1. Diduga ada syarat formil dilanggar penyidik

Selain itu, korban melaporkan kejanggalan yang didapat selama penyidikan. Salah satunya, soal waktu pemberian SPDP pada 25 Juli 2024 kepada korban, padahal SPDP itu terbit sejak 14 Juni 2024.
Hal ini dinilai tidak sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Perkap 6/2019 yang mengatur bahwa SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan.
“Ini sudah tidak sesuai dengan kode etik hukum acaranya. Artinya, di sini kita menemui ada syarat-syarat formil yang sudah dilanggar oleh penyidik Polda,” ujar Yansen.
Selain itu, korban melakukan penelusuran berkas setelah mengadukan penyidik Polda Metro ke Kompolnas dan Propam Polda Metro pada 9 April 2025. Penelusuran dilakukan di Kejati DKI Jakarta pada 10 April 2025.
“Kami melakukan penelusaran berkas perkaran dan baru kami ketahui, ternyata dalam perkara tersebut terdapat dua SPDP,” tambahnya.
2. Penyidik Polda Metro dinilai tak komunikatif dengan pengacara

Penyidik Polda Metro Jaya juga dinilai tidak komunikatif dengan pengacara korban. Hal itu karena penyidik memeriksa saksi dari pihak korban tanpa sepengetahuan dan pendampingan pengacara.
“Penyidik lebih suka berkomunikasi dengan klien kami, sehingga ketika kita berkomunikasi dengan penyidik, dia enggan menjawab, penyidik menyampaikan dokumen pun langsung ke rumah atau apartemen klien kami sehingga membuat kami khawatir dan waswas,” kata Amanda.
3. Ditripid PPA-PPO memberi asistensi

Terkait kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) Bareskrim Polri memberikan asistensi.
“Kami akan lakukan asistensi,” kata Direktur PPA-PPO Brigjen Nurul Azizah saat dibubungi.