KPAI: 4 Anak Pelaku Perusakan Polres Jaktim Masuk Sentra Kemensos

- Empat anak terlibat perusakan akan dihukum sesuai UU Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak.
- ABH harus diperlakukan secara manusiawi, dipisahkan dari dewasa, dan mendapatkan hak pendidikan serta kesehatan.
- KPAI berharap proses hukum dan penanganan anak-anak tersebut menganut prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Jakarta, IDN Times - Polres Metro Jakarta Timur menetapkan 14 orang sebagai pelaku penyerangan dan perusakan kantor Polisi di wilayah Jakarta Timur. Sebanyak empat di antaranya adalah anak di bawah umur.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan, empat anak ini adalah anak yang berkonflik dengan hukum karena terlibat dalam aksi perusakan. Komisioner KPAI Kawiyan mengatakan, anak-anak itu akan ditempatkan di sentra milik Kementerian Sosial.
"Di sentra itulah ke-4 ABH tersebut akan tetap mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (10/9/2025).
1. Terjerat UU Perlindungan dan Peradilan Pidana Anak

Empat anak ini akan menjalani hukum sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Kawiyan menjelaskan, sesuai dengan Pasal 1 Ayat 2 UU SPPA, bahwa ABH meliputi anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
"Seperti disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 3 UU SPPA, yang berkonflik hukum adalah anak telah berumur 12 tahun tetapi belum berusia 18 tahun yang melakukan tindak pidana. Dengan demikian, 4 ABH dalam kasus yang disampaikan Kapolres Metro Jakarta Tumur adalah anak yang berkonflik dengan hukum karena terlibat dalam aksi perusakan," kata dia.
2. UU PA memerintahkan untuk memberlakukan ABH secara manusiawi

Kawiyan mengatakan, Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA)memerintahkan untuk memperlakukan anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) secara manusawi, dengan memperhatikan kebutuhan sesuai umurnya, dipisahkan dari tersangka dewasa, dan mendapatkan bantuan hukum.
Mereka juga harus bebas dari penyiksaan, penghindaran dari publikasi, tetap mendapatkan hak pendidikan, pelayanan kesehatan, didampingi orang tua atau wali, dan kegiatan rekreasional. Aturan tersebut secara tegas ada dalam Pasal 64 UU PA.
3. Berharap anut prinsip kepentingan terbaik bagi anak

Kawiyan berharap, proses hukum dan penanganan mereka selama di panti atau sentra, menganut prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Sebab, mereka masih punya masa depan untuk dibimbing, didik, dan direhabilitasi, bukan dihukum.