KPAI Bakal Tagih Hasil Ekshumasi Siswa Korban Penembakan di Semarang

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar hasil ekshumasi jenazah G yang jadi korban penembakan Aipda Robig Zaenudin nanti bisa diserahkan.
Komisioner KPAI Pengampu Anak Korban Kekerasan Fisik Psikis, Diyah Puspitarini, meminta Polda Jawa Tengah berupaya selesaikan kasus ini dengan transparan dan tuntas.
“Dalam kasus ini ada tiga anak menjadi korban luka tembak, maka proses pemenuhan hak anaknya harus sesegera mungkin dilakukan, tidak perlu apa menunggu apa, namun siapa melakukan apa,” kata Diyah, Selasa (3/12/2024).
1. Penting pastikan mereka punya masa depan

Total ada tiga korban penembakan yakni A dan S yang mengalami luka berat, dan G yang menjadi korban tewas. KPAI, kata Dyah, menekankan upaya pemenuhan hak pendidikan kepada anak korban yang merupakan langkah penting untuk memastikan mereka memiliki masa depan yang optimal.
Selain itu, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA menyampaikan melakukan pendampingan kepada anak korban, termasuk keluarga korban, terutama pemulihan kondisi trauma psikologis yang masih dialami anak S (17) dan A (17) yang saat ini dalam kondisi mendapatkan perawatan medis disebabkan karena terkena peluru.
2. Tak ada kekerasan atau pengeroyokan yang terjadi

Saat menemui 11 anak yang terlibat, yang sebelumnya sempat ditangkap Polresta Semarang dan kini telah dikembalikan kepada orang tua mereka, Diyah mengatakan, KPAI ingin memastikan hak pendidikan, kerahasiaan identitas, dan perlakuan manusiawi sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 64.
“Anak-anak yang terlibat mengklarifikasi bahwa mereka bukan geng, melainkan kelompok anak-anak yang tidak saling mengenal dan tidak berniat untuk tawuran. Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada kekerasan atau pengeroyokan yang terjadi, dan tembakan itu terjadi begitu cepat dari jarak dekat saat mereka pulang," kata Diyah.
3. Menyertakan anak saat konferensi pers adalah pelanggaran

KPAI mengingatkan pada Irwasda Polda Jateng dan Dit Propam Polda Jateng mengenai pelanggaran yang terjadi saat anak-anak hadir dalam konferensi pers di Polresta Semarang, dan rekonstruksi di tempat umum. Hal itu disebut melanggar UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.