KPAI: Peran Keluarga Bisa Sembuhkan Kondisi Korban Asusila

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku sangat prihatin atas terjadinya kejahatan seksual yang dialami puluhan anak laki-laki, yang dilakukan oleh tersangka berinisial Babeh di Banten dengan modus mengajrkan ilmu pemikat.
Untuk itu, KPAI melakukan pendekatan secara intensif guna menghilangkan efek trauma terhadap korbannya.
"Dari hasil penalaah dan wawancara kami (KPAI) dengan korban yang rata-rata berusia 8 hingga 15 tahun tersebut, mereka mengaku sangat trauma," kata Putu Elvina, Komisioner KPAI dalam rilis yang diterima IDN Times, Sabtu(6/1).
Untuk itu, pihaknya akan melakukan berbagai hal terkait hal tersebut.
1. Jumlah korban bisa bertambah

Banyaknya korban yang sudah diidenfikasi dan divisum, membuat KPAI menduga adanya tambahan korban. Dan hal ini didasari pada kasus-kasus sebelumnya yang terjadi di Jawa Barat.
"Hal ini sangat memungkinkan, karena rata-rata anak-anak yang menjadi korban diminta tersangka untuk mengajak teman lainnya. Ini sama persis seperti kasus sodomi Emon di Jawa Barat beberapa tahun lalu," jelasya.
2. Perlu adanya peringatan dini dalam bentuk edukasi

Untuk mencegah hal tersebut kembali terjadi, Putu Elvina mengungkapkan perlu adanya pemahaman dan edukasi kepada anak agar menjadi diri sendiri. Sehingga tidak mudah tergiur dengan ajakan untuk memperbaiki penampilan atau memiliki daya tarik magis, dengan cara-cara yang salah dan menyesatkan.
"Selain itu, perlu juga pentingnya menjaga anggota tubuh terutama bagian tubuh yang terlarang secara sehat. Serta bagaimana berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal, berani menolak/menghindari perilaku yang beresiko,"jelasnya.
3. Peran orangtua dan masyarakat sangat diperlukan

Mencegah terjadinya hal tersebut kembali terjadi, peran orangtua dan masyarakat sekitar sangat penting untuk meminimalisir terjadinya hal ini.
"Mengingat, kepolosan anak-anak yang memiliki rasa penasaran tinggi saat menjadi pemicu terjadinya aksi tersebut," tambahnya.
4. Dibutuhkan pemulihan kondisi korban

Pasca-peristiwa tersebut, penting kiranya penguatan terhadap anak-anak yang menjadi korban. Baik secara psikologis, sosial, dan membangun norma dan kesadaran hukum.
Selain itu, dibutuhkan sebuah pengkondisian agar korban tidak dijadikan sasaran bully dalam lingkup keluarga, teman sekolah, teman bermain, serta masyarakat dimana anak tinggal.
Karena korban merasakan bahwa apa yang mereka terima, setelah peristiwa yang menimpa mereka berupa ejekan, lebih sakit dan membuat mereka luar biasa malu dibanding apa yg mereka alami dari peristiwa kejahatan seksual itu sendiri.
"Pengkondisian ini akan menjadi best practices bila berhasil dijalankan dalam masyarakat,"jelasnya lagi.