Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kritik Jokowi, Akademisi se-Jabodetabek Serukan Seruan Salemba

Guru besar UI dan Romo Magnis saat Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)
Guru besar UI dan Romo Magnis saat Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah guru besar dan akademisi dari Universitas se-Jabodetabek, menyerukan sikap terhadap demokrasi Presiden Joko "Jokowi" Widodo beberapa waktu terakhir. Hal itu terlaksana dalam aksi Seruan Salemba, FKUI Salemba, Jakarta, Kamis, (14/3/2024).

Seruan bertajuk 'Menegakkan Konstitusi, Memulihkan Peradaban Berbangsa, dan Hak Kewargaan ini dihadiri ratusan akademisi dan mahasiswa.

Di antaranya Guru Besar IPB Andreas Santoso, Guru Besar UIN Saiful Mujani, Akademisi UNJ Ubedilah Badrun, Guru Besar UI Sulistyowati Irianto, Guru Besar UI Valina Singka Subekti, Guru Besar STF Driyarkara Dwi Kristanto, Ekonom Senior UI Faisal Basri, Akademisi STH Jentera Bivitri Susanti, dan Guru Besar UNJ Hafid Abbas.

1. Jokowi dinilai tak jalankan tugasnya sebagai presiden

Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)
Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)

Para guru besar itu menyampaikan pendapat akademik mereka atas situasi nasional saat ini.

Mereka menilai, konstitusi yang seharusnya menuntut Presiden untuk menempatkan dirinya di atas segala golongan tanpa terkecuali, sering terlihat bahwa kepentingan politik menjadi prioritas utama Presiden. Bahkan hal itu juga disertai dengan mengorbankan prinsip kesetaraan yang diamanatkan oleh konstitusi.

Konstitusi juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan independensi peradilan. Namun, dalam praktiknya terjadi penyalahgunaan kekuasaan melalui manipulasi hukum yang merugikan demokrasi. Kebijakan-kebijakan yang diambil seringkali menimbulkan keraguan akan keadilan dan keberlanjutan hukum.

"Instrumentalisasi bantuan sosial (pork barrel politics) dengan alasan menopang rakyat miskin tampak seperti pembiaran terhadap kemiskinan. Padahal seharusnya penghapusan kemiskinan dilakukan dengan upaya memperluas lapangan kerja di segala bidang, meningkatkan kapasitas penduduk usia muda agar punya akses pendidikan setinggi tingginya, memiliki inovasi untuk menghasilkan produk sains, teknologi, kesenian dan beragam produk budaya," ujar Akademisi UNJ, Ubedilah Badrun.

2. Akademisi sebut kebijakan pemerintah meredupkan pendidikan di Indonesia

Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)
Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)

Ubaidilah mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, kebijakan pemerintah telah mengarah pada redupnya substansi pendidikan yang menjadi sekadar urusan administratif. Menurut dia, para pengajar harus menghadapi beban penilaian yang berat, sedangkan perhatian terhadap esensi dan profesionalisme pendidikan terpinggirkan.

Setiap tahun, kata dia, prestasi siswa dalam bidang sains, matematika, dan bahasa semakin menurun.

Kemudian, dia menilai, di tingkat perguruan tinggi, kemajuan yang signifikan dalam bidang sains, teknologi, kesehatan, dan humaniora jarang terjadi karena terbatasnya ruang gerak ilmuwan dan alokasi dana yang terbatas. Hal itu menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi kebutuhan masyarakat dan kemajuan peradaban.

"Terjadi kekerasan simbolik (budaya) melalui bahasa, simbol, representasi kekuasaan, bahkan penyalahgunaan ilmu pengetahuan, dengan tujuan menyerang kesadaran, nilai dan norma terkait kebaikan, kejujuran, kebenaran, dan keadilan, demi membenarkan tindakan mempertahankan kekuasaan," ucap Ubedilah.

"Kekerasan simbolik adalah awal bagi pembenaran kekerasan psikologis, termasuk intimidası, seperti yang menimpa para guru besar di berbagai universitas khususnya di Jawa Tengah usai menyatakan sikapnya. Selanjutnya kekerasan budaya juga akan menjadi pembenaran bagi kekerasan fisik," sambungnya.

3. Akademisi se-Jabodetabek serukan Seruan Salemba

Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)
Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)

Atas penilaian situasi nasional tersebut, akademisi dan guru besar dari universitas se-Jabodetabek itu pun menyerukan beberapa hal yang disebut sebagai Seruan Salemba.

Mereka mendesak penyelenggara negara untuk menyiapkan suksesi kekuasaan dengan cara bermartabat dan beretika demi kepentingan yang luas, yaitu bangsa dan negara.

Kemudian mendesak dilakukannya reformasi hukum, khususnya atas produk perundang- undangan terkait politik dan pemilu, dan berbagai peraturan perundangan lain yang berimplikasi pada hayat hidup orang banyak dengan proses transparan dan akuntabel, serta tidak lagi merumuskan hukum yang substansinya mengabaikan kedaulatan rakyat, dan hanya mengutamakan kepentingan segelintir orang (oligarki).

Mereka juga mendukung DPR RI segera bekerja menjalankan fungsi-fungsi menyuarakan suara rakyat, melakukan penyelidikan secara terbuka terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan eksekutif agar dipertanggungjawabkan. 

Selanjutnya, mendesak penghentian intimidasi terhadap warga negara, termasuk akademisi ketika menggunakan hak berekspresi dan mengingatkan pemerintah untuk mematuhi konstitusi dan negara hukum.

Para akademisi itu juga mengajak masyarakat menjadi warga negara yang paham serta sadar hak-haknya dan berani mempertanyakan kebijakan publik khususnya yang berdampak pada ketidakadilan.

"Mengajak para ilmuwan dari Sabang sampai Merauke untuk tetap bekerja keras menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, dengan mengutamakan nilai etika, moral, serta budaya luhur yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa," demikian bunyi seruan itu.

"Menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk menjadikan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sebagai musuh bersama," ucapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Maulana Ridhwan Riziq
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us