KSAL Mau Tunggakan BBM Dihapus, ICW: Bisa Berpotensi Rugikan Pertamina

- Tunggakan BBM TNI AL mencapai Rp5,4 triliun, ICW kritisi permintaan KSAL kepada Pertamina untuk memutihkan tunggakan tersebut.
- Anggaran TNI AL cukup untuk melunasi tunggakan, namun akses informasi pembelian BMP tertutup dan audit BPK tidak dilakukan.
- ICW desak BPK melakukan audit terhadap pembelian BBM TNI AL, serta KPK melakukan monitoring untuk mencegah korupsi.
Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi permintaan dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali, yang meminta agar PT Pertamina memutihkan tunggakan pembelian BBM dengan total Rp5,4 triliun. Padahal dalam penelusuran ICW, TNI AL memiliki anggaran lebih dari cukup untuk bisa melunasi tunggakan pembelian BBM itu.
Data yang diperoleh ICW, pada 2025 TNI AL diberikan anggaran Rp24,4 triliun. Lalu, angka itu menyusut menjadi Rp18,3 triliun setelah kena pemangkasan akibat dampak kebijakan efisiensi dari pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Berdasarkan perencanaan pengadaan yang diakses melalui sistem informasi rencana umum pengadaan milik LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah), diketahui pagu anggaran Mabes TNI AL untuk pengadaan barang atau jasa senilai Rp11,08 triliun. Ini belum ditambah anggaran untuk belanja pegawai," ujar peneliti ICW, Wana Alamsyah kepada IDN Times melalui pesan pendek, Jumat (2/5/2025).
Bila ditelusuri dengan kata kunci Bahan Minyak Pelumas (BMP) di bagian perencanaan pengadaan TNI AL melalui sistem LKPP, ICW menemukan tujuh rencana pengadaan BMP. Di dalam bagan yang ditunjukkan oleh ICW, tunggakan pembelian BBM sudah muncul sejak 2023 sebesar Rp1,24 triliun, 2024 senilai Rp1 triliun dan tunggakan 2025 senilai Rp3,1 triliun.
Namun, di setiap tunggakan, juga tertulis adanya anggaran untuk dukungan pembelian Bahan Minyak Pelumas (BMP). Anggaran untuk dukungan pembelian BMP 2023 mencapai Rp2,6 triliun, anggaran pembelian BMP tahun 2024 mencapai Rp2,2 triliun dan anggaran pembelian 2025 mencapai Rp2,2 triliun.
Tetapi, ICW tidak bisa menemukan laporan keuangan TNI AL untuk tahun 2022. Di bagan tersebut hanya tertulis ada dukungan pembelian BMP tahun 2022 senilai Rp2,2 triliun.
1. ICW sebut akses informasi untuk melihat pembelian BBM tertutup

Lebih lanjut, Wana mengatakan, akses informasi untuk bisa melihat pembelian BMP sangat tertutup. Ia pun menduga tidak dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Hal ini diketahui ketika ICW mengakses situs milik BPK untuk mencari informasi mengenai laporan keuangan Kemhan, namun sudah tidak tersedia sejak tahun 2020," kata Wana.
Maka, ICW mendesak agar BPK melakukan audit terhadap pembelian BBM yang dilakukan oleh TNI AL. Lalu, hasilnya dibuka ke publik agar dapat melewati proses checks and balances.
"KPK juga harus melakukan monitoring terhadap pembelian BMP yang dilakukan oleh TNI AL untuk memitigasi terjadinya korupsi. Bila ditemukan adanya dugaan korupsi maka KPK wajib untuk melakukan penindakan," tutur dia.
Di sisi lain, Wana mencatat TNI AL telah menggunakan pelaporan berbasis digital yaitu elektronik BMP (e-BMP). ICW, kata Wana, menduga upaya digitalisasi itu tidak berhasil dan patut untuk dievaluasi karena terbukti masih adanya tunggakan pengadaan BMP hingga 2025.
Bila dilihat dari komposisi anggaran yang ada, kata Wana, Mabes TNI AL masih memiliki biaya yang cukup untuk membayar tunggakan tersebut.
2. PT Pertamina berpotensi dirugikan bila tunggakan BBM tak dibayarkan

ICW juga menyoroti permintaan KSAL untuk menghapus tunggakan BBM yang disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi I DPR pada Senin kemarin. Permintaan itu, kata Wana, tidak memiliki alasan dan dasar hukum yang jelas.
"Implikasinya bila BMP tidak dibayarkan adalah potensi kerugian yang dialami oleh Pertamina selaku provider yang menyediakan bahan bakar," kata Wana.
3. Pembelian BBM untuk alutsista akan dipusatkan di Kemhan

Sementara, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyikapi adanya tunggakan pembelian BBM di TNI AL itu dengan menerapkan kebijakan baru. Ia akan memusatkan semua pengadaan BBM untuk alutsista lewat Kementerian Pertahanan. Hal itu sejalan dengan perubahan kebijakan yakni sentralisasi.
"Kebijakan sentralisasi pembelian alutsista strategis dan perawatan. Jadi, untuk bahan bakar akan kami sentralisasi ke Kementerian Pertahanan. Kedua, untuk memenuhi transparansi, kami akan menggunakan sistem digitalisasi," ujar Sjafrie ketika melakukan rapat dengan Komisi I DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu kemarin.
Sjafrie menjelaskan dengan penggunaan digitalisasi terkait penggunaan BBM, bisa diketahui ke mana saja konsumsi BBM yang dibeli negara. Di sisi lain, KSAL, Laksamana Muhammad Ali juga meminta agar harga BBM untuk TNI AL menggunakan harga subsidi bukan harga industri seperti yang selama ini diterapkan oleh PT Pertamina.
Ia berharap TNI AL mendapat kebijakan yang sama dengan Polri yakni pembelian BBM dengan harga subsidi. Informasi terkait perbedaan harga itu, kata Ali, ia peroleh langsung dari PT Pertamina.