Peneliti Oxford: Terapi Plasma Sembuhkan COVID-19 Etis, Tapi Berisiko

Ditakutkan lebih banyak risiko daripada manfaatnya

Jakarta, IDN Times - Kandidat Doktor bidang Rekayasa Genetik dan peneliti vaksin Universitas Oxford, Muhammad Hanifi, menanggapi penggunaan terapi plasma konvalesen atau plasma darah terhadap tiga orang pasien bergejala berat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. 

Menurut dia, penggunaan terapi ini pada pasien bergejala berat adalah keputusan yang sudah menjelaskan prinsip kedokteran.

"Itu menjelaskan prinsip dari kedokteran ini, kita menimbang risk dan benefitnya,"  kata dia di program Ngobrol Asik by IDN Times, Sabtu (9/5). 

Baca Juga: Eijkman: RSPAD Terapkan Plasma Konvalesen Sembuhkan Pasien COVID-19 

1. Ada risiko dari terapi plasma darah

Peneliti Oxford: Terapi Plasma Sembuhkan COVID-19 Etis, Tapi Berisikoandidat Doktor dalam Rekayasa Genetik dan Peneliti vaksin Universitas Oxford, Muhammad Hanifi dalam program Ngobrol Asik by IDN Times, Sabtu (9/5). 

Penggunaan metode terapi plasma konvalesen, menurut Hanifi, harus dilakukan baik-baik. Transfusi darah yang merupakan proses dari terapi ini bisa menyebabkan transfusion related shoot long injury, atau kerusakan paru karena transfusi.

"Jadi transfusi darah, termasuk transfusi plasma itu bukan tanpa risiko sama sekali," kata dia.

2. Terapi plasma darah patut dan etis dicoba untuk pasien dalam kondisi kritis

Peneliti Oxford: Terapi Plasma Sembuhkan COVID-19 Etis, Tapi BerisikoIlustrasi (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

Namun, menurut dia, penggunaan terapi plasma konvalesen ini dapat dijustifikasi atau dibenarkan jika potensi manfaatnya lebih besar dari pada risikonya.

Walaupun belum bisa dipastikan efektifitasnya, menurut Hanifi, terapi ini bisa menjadi pilihan yang baik bagi pasien yang berada dalam kondisi gawat darurat, dan hal itu patut dan etis untuk dicoba.

"Karena tidak ada cara lain untuk pasien-pasien itu," ujarnya.

3. Jika diberikan pada pasien gejala ringan atau sedang ditakutkan lebih banyak risikonya

Peneliti Oxford: Terapi Plasma Sembuhkan COVID-19 Etis, Tapi BerisikoIlustrasi (IDN Times/Muchammad Haikal)

Sebaliknya, terapi ini akan menjadi berbahaya jika diberikan pada pasien dengan gejala klinis ringan hingga sedang. Karena memiliki risiko, sedangkan pasien itu tidak terlalu membutuhkan pemulihan dengan cara tersebut.

Menurut Hanifi, tidak sedikit pasien COVID-19 yang menjalani pemulihan tanpa perlu alat bantu atau bahkan hanya dengan isolasi mandiri saja.

"Untuk pasien-pasien yang kondisi klinis yang baik risikonya mungkin jadi lebih besar dibanding potensi manfaatnya, atau dia tidak diberikan plasma pun kondisi klinisnya baik, obturasi oksigennya baik," kata dia.

4. Plasma pasien sembuh diberikan pada pasien yang masih terinfeksi COVID-19

Peneliti Oxford: Terapi Plasma Sembuhkan COVID-19 Etis, Tapi Berisiko(Foto hanya ilustrasi) Tes swab COVID-19 di Labkesda Jabar. Dok/Humas Jabar

Untuk diketahui, pasien yang telah sembuh dari COVID-19 kemungkinan besar memiliki antibodi terhadap virus corona.  Antibodi tersebut tersimpan di dalam plasma darah mereka yang telah sembuh.

Inilah yang membuat penyintas COVID-19 memiliki risiko yang sangat kecil untuk terserang virus kembali. Maka dari itu, antibodi ini juga bisa berguna untuk tubuh pasien itu sendiri dan bisa dimanfaatkan untuk kesembuhan pasien lain.

“Pada waktu kita mengambil plasma, harapan kita ada antibodi yang tinggi di dalamnya. Setelah dimurnikan, kita transfusikan ke pasien dengan gejala berat dan dalam pemasangan ventilator,” demikian penjelasan Doktor Cosphiadi Irawan kepada IDN Times, Jumat (1/5) lalu.

5. Terapi plasma konvalesen mirip dengan donor darah biasa

Peneliti Oxford: Terapi Plasma Sembuhkan COVID-19 Etis, Tapi BerisikoIlustrasi vaksin atau jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Metode pengambilan dan transfusi plasma mirip dengan donor darah biasa. Perbedaannya adalah sampel yang diambil hanya plasma darah. 

Cosphiadi mengiyakan bahwa terapi plasma konvalesen sangatlah mirip dengan vaksin. Dia bahkan menyebutkan cara ini adalah metode vaksinasi pasif. 

Baca Juga: Tim RSCM-FKUI Cari Donor Plasma Darah dari Mantan Pasien COVID-19

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya