Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Masyarakat Diimbau Tak Spekulasi Terkait Kematian Diplomat Arya Daru

WhatsApp Image 2025-07-29 at 16.08.12.jpeg
Jumpa pers hasil penyelidikan kematian Diplomat muda Kemenlu Arya Daru Pangayunan di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Intinya sih...
  • Apsifor memberikan analisis kematian diplomat Arya Daru, menegaskan kasus psikologis tak bisa dilihat dari faktor tunggal saja.
  • Nathanael meminta masyarakat tidak berspekulasi di dunia maya terkait kematian Arya dan perlunya menjaga psikologis keluarga atau kerabatnya.
  • Menurut Nathanael, isu kesehatan mental harus ditanggapi dengan empati tanpa adanya stigma, karena setiap orang bisa mengalami tekanan psikologis.

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) memberikan analisis mengenai kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan, 39 tahun, di kamar kosnya. Apsifor menegaskan kasus mengakhiri hidup karena psikologis tak bisa dilihat dengan faktor tunggal saja.

Apsifor menyatakan, kondisi psikologis individu tidak bisa dipahami hanya dari satu aspek kehidupan, melainkan harus dilihat dari hasil interaksi berbagai faktor, seperti faktor pribadi, profesional, sosial, dan struktural.

"Oleh karena itu, tidak ada faktor tunggal yang dapat menjelaskan kondisi psikologis atau kesehatan mental almarhum yang negatif ini," kata Ketua Umum Apsifor, Nathanael E. J. Sumampouw, dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025).

Nathanael meminta masyarakat tidak berspekulasi atau komentar tak berdasar di dunia maya, sebab bisa menjadi efek domino. Perlunya menjaga psikologis keluarga atau kerabat Arya.

"Oleh karena itu, penting untuk mengedukasi masyarakat agar bijak berkomentar di media sosial terkait kasus ini. Mari kita fokus untuk mendukung kesejahteraan psikologis keluarga, sahabat, dan rekan-rekan almarhum. Kita harus menjaga harkat dan martabat almarhum yang telah mendedikasikan hidupnya untuk negara," ujarnya.

Menurut Nathanael, isu kesehatan mental harus ditanggapi dengan empati tanpa adanya stigma, karena setiap orang bisa mengalami tekanan psikologis.

"Termasuk mereka yang tampak kuat, berprestasi, dan berdedikasi. Tidak semua tekanan psikologis yang negatif dapat terlihat secara kasat mata. Banyak individu yang memilih menyimpan perasaan mereka sendiri karena adanya stigma, budaya profesional, norma sosial, atau kekhawatiran akan penilaian negatif dari lingkungan," kata dia.

Perlu diketahui, keinginan mengakhiri hidup telah mucul di kepala Arya Daru lebih dari 10 tahun lalu. Anggota tim digital forensik dari Direktorat Siber Polda Metro Jaya, Ipda Saji Purwanto menjelaskan, Arya sempat bercerita ingin lompat dari gedung tinggi dan mencari caranya.

Hal ini juga diperkuat usai adanya penelitian dari perangkat miliknya pertama kali aktif pada 29 Juni 2019, dan terakhir digunakan untuk komunikasi pada 21 September 2022. Dari penelusuran terhadap perangkat tersebut, ditemukan aktivitas pengiriman email ke salah satu badan amal yang menyediakan layanan dukungan bagi individu dengan tekanan emosional, perasaan putus asa, dan kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

“Dikirim ke salah satu badan amal yang menyediakan layanan dukungan terhadap orang yang memiliki emosional yang mengalami perasaan tertekan dan putus asa, termasuk yang dapat menyebabkan bunuh diri,” kata dia.

Selain itu, menurut Nathanael, ditemukan dua pengiriman email pada Juni hingga Juli 2013 yang menceritakan soal keinginan mengakhiri hidup.

“Menceritakan tentang alasan ada keinginan untuk bunuh diri," kata dia.

Kemudian pada September sampai Oktober 2021 ada sembilan segmen.

“Pengiriman sebanyak sembilan segmen intinya adalah sama, ada niat yang makin kuat, untuk melakukan bunuh diri, karena problem yang dihadapi,” kata dia.

Berita ini tidak ditujukan untuk mendorong tindakan serupa. Kami mengajak pembaca mencari bantuan profesional dan menjaga kesehatan mental dengan cara yang sehat dan positif.

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa

Kemenkes menyarankan warga yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:

RSJ Amino Gondohutomo Semarang (024) 6722565

RSJ Marzoeki Mahdi Bogor (0251) 8324024, 8324025

RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta (021) 5682841

RSJ Prof Dr Soerojo Magelang (0293) 363601

RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang (0341) 423444.

Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.

Share
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us