Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menilik Sejarah Petasan yang Ramai saat Ramadan hingga Lebaran

Warga berkerumun saat malam Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Patung Ondel-Ondel Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (23/5/2020). Meski Provinsi DKI Jakarta masih dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) namun saat malam Idul Fitri 1441 H, sejumlah tempat di Ibu Kota masih ramai dengan kerumunan orang. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta, IDN Times - Dor... Dor... Dor... Serentetan bunyi letupan yang saling susul mewarnai langit Ibu Kota saat memasuki Ramadan. Di gang-gang dan jalanan pemukiman, anak-anak seakan belomba membakar petasan.

Bermain dengan petasan ini biasanya dilakukan sejumlah anak selama Ramadan, bahkan hingga Lebaran. Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, mengungkapkan masuknya petasan ke Indonesia, khususnya Jakarta, memang tidak terekam secara jelas.

Akan tetapi, menurutnya, masyarakat di wilayah Jakarta pada abad 17 sudah biasa memasang petasan.

"Petasan itu, kalau menurut buku-buku lama, dikatakan bahwa di abad 17 itu sudah umum masyarakat Batavia masang petasan, jadi tahun 1600-an," kata Yahya kepada IDN Times, Selasa (20/4/2021).

1. Mulai dari kebiasaan orang Tionghoa di Batavia

ilustrasi petasan (iprx.ten.com.au)

Memasang dan membakar petasan, kata Yahya, awalnya merupakan kebiasaan masyarakat Tionghoa yang tinggal di Batavia. Mereka biasa membakar petasan saat Hari Raya Imlek.

"Itu kan bentuk ungkapan kegembiraan, keriangan masyarakat Batavia, khususnya saudara-saudara Tionghoa saat itu," ucapnya.

2. Diadopsi masyarakat Betawi untuk ungkapkan kegembiraan

IDN Times/Gregorius Aryodamar P

Bentuk ungkapan kegembiaraan itu pun diadopsi masyarakat Betawi kala itu. Yahya mengatakan petasan mulai dibakar masyarakat dalam hari-hari spesial.

"Maka, orang-orang Betawi itu terutama mengadopsi bakar petasan itu untuk memeriahkan hari-hari mereka, bentuk ekspresi kegembiaran mereka," kata Yahya.

Salah satu acara besar yang dimaksud misalnya pernikahan dan Lebaran.

3. Tak diketahui mulai kapan kebiasaan bakar petasan saat Ramadan

Meski saat Lebaran dibunyikan, Yahya menyebut tidak diketahui secara pasti kapan petasan dimainkan di hari-hari bulan Ramadan. Ia menceritakan, pada tahun 1970an, anak-anak saat bulan Ramadan dilarang bermain petasan.

"Kalau bulan Ramadan itu biasanya anak-anak kita itu dilarang main petasan, kecuali malam takbiran. Mereka lebih dianjurkan ada di musala atau langgar," kata dia.

Namun, ada saja anak-anak yang bandel. Mereka tetap bermain petasan pada malam hari saat bulan Ramadan.

4. Pasang petasan saat mengantar haji hingga ziarah kubur

Umat Muslim memakai masker pelindung dan menjaga jarak sosial melakukan Tawaf mengelilingi Ka'bah dalam musim Haji di tengah pandemi penyakit virus korona (COVID-19) di kota suci Mekah, Arab Saudi, Jumat (31/7/2020) (ANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS)

Di Jakarta pada tahun 1970an, Yahya mengungkapkan, petasan tidak hanya dibakar sebelum pernikahan atau saat Lebaran. Petasan bahkan dimainkan saat ziarah kubur. Namun, kebiasaan itu menurutnya mulai menghilang sekitar tahun 1990an.

"Saat saya masih kecil, awal 1970an, itu bahkan kita di kuburan kalau ziarah kubur, hari kedua Lebaran, itu semuanya pada bakar petasan," kata dia.

Selain itu, petasan juga dibunyikan saat ada orang akan berangkat haji, yang memakan waktu karena menggunakan kapal. "Dipakai orang-orang yang mau pergi jauh juga. Bahkan dulu orang yang mau berangkat haji, dulu kan berangkat haji lama tuh, yang pakai kapal," ungkap Yahya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us