Menilik Sejarah Petasan yang Ramai saat Ramadan hingga Lebaran

Jakarta, IDN Times - Dor... Dor... Dor... Serentetan bunyi letupan yang saling susul mewarnai langit Ibu Kota saat memasuki Ramadan. Di gang-gang dan jalanan pemukiman, anak-anak seakan belomba membakar petasan.
Bermain dengan petasan ini biasanya dilakukan sejumlah anak selama Ramadan, bahkan hingga Lebaran. Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, mengungkapkan masuknya petasan ke Indonesia, khususnya Jakarta, memang tidak terekam secara jelas.
Akan tetapi, menurutnya, masyarakat di wilayah Jakarta pada abad 17 sudah biasa memasang petasan.
"Petasan itu, kalau menurut buku-buku lama, dikatakan bahwa di abad 17 itu sudah umum masyarakat Batavia masang petasan, jadi tahun 1600-an," kata Yahya kepada IDN Times, Selasa (20/4/2021).
1. Mulai dari kebiasaan orang Tionghoa di Batavia

Memasang dan membakar petasan, kata Yahya, awalnya merupakan kebiasaan masyarakat Tionghoa yang tinggal di Batavia. Mereka biasa membakar petasan saat Hari Raya Imlek.
"Itu kan bentuk ungkapan kegembiraan, keriangan masyarakat Batavia, khususnya saudara-saudara Tionghoa saat itu," ucapnya.
2. Diadopsi masyarakat Betawi untuk ungkapkan kegembiraan

Bentuk ungkapan kegembiaraan itu pun diadopsi masyarakat Betawi kala itu. Yahya mengatakan petasan mulai dibakar masyarakat dalam hari-hari spesial.
"Maka, orang-orang Betawi itu terutama mengadopsi bakar petasan itu untuk memeriahkan hari-hari mereka, bentuk ekspresi kegembiaran mereka," kata Yahya.
Salah satu acara besar yang dimaksud misalnya pernikahan dan Lebaran.
3. Tak diketahui mulai kapan kebiasaan bakar petasan saat Ramadan

Meski saat Lebaran dibunyikan, Yahya menyebut tidak diketahui secara pasti kapan petasan dimainkan di hari-hari bulan Ramadan. Ia menceritakan, pada tahun 1970an, anak-anak saat bulan Ramadan dilarang bermain petasan.
"Kalau bulan Ramadan itu biasanya anak-anak kita itu dilarang main petasan, kecuali malam takbiran. Mereka lebih dianjurkan ada di musala atau langgar," kata dia.
Namun, ada saja anak-anak yang bandel. Mereka tetap bermain petasan pada malam hari saat bulan Ramadan.
4. Pasang petasan saat mengantar haji hingga ziarah kubur

Di Jakarta pada tahun 1970an, Yahya mengungkapkan, petasan tidak hanya dibakar sebelum pernikahan atau saat Lebaran. Petasan bahkan dimainkan saat ziarah kubur. Namun, kebiasaan itu menurutnya mulai menghilang sekitar tahun 1990an.
"Saat saya masih kecil, awal 1970an, itu bahkan kita di kuburan kalau ziarah kubur, hari kedua Lebaran, itu semuanya pada bakar petasan," kata dia.
Selain itu, petasan juga dibunyikan saat ada orang akan berangkat haji, yang memakan waktu karena menggunakan kapal. "Dipakai orang-orang yang mau pergi jauh juga. Bahkan dulu orang yang mau berangkat haji, dulu kan berangkat haji lama tuh, yang pakai kapal," ungkap Yahya.