Menko Polhukam Minta Sinkronisasi Data Hak Masyarakat Hukum Adat

- Menteri Koordinator Polhukam meminta sinkronisasi status pengakuan hak masyarakat hukum adat.
- Menteri ATR menilai koordinasi penting untuk menyamakan persepsi agar tidak ada tumpang tindih status kepemilikan lahan dengan masyarakat adat.
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto, meminta lima kementerian dan lembaga untuk melakukan sinkronisasi mengenai status pengakuan hak masyarakat hukum adat.
Dengan begitu, kata Hadi, Kemenko Polhukam bisa menyamakan regulasi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tanah ulayat hukum adat. Hadi pun menggelar rapat koordinasi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Selasa (23/7/2024).
"Kami membicarakan bagaimana menyamakan regulasi untuk bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan tanah ulayat hukum adat. Untuk itu memang diperlukan satu kegiatan bersama," ujar Hadi dikutip dari keterangan tertulis.
Kelima kementerian atau lembaga yang diminta melakukan sinkronisasi data adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Desa dan PDTT (Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).
Sementara, Menteri ATR, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menilai koordinasi di antara lembaga penting untuk menyamakan persepsi. AHY tidak ingin ada tumpang tindih status kepemilikan lahan dengan masyarakat adat.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian ATR/BPN, ada 3,2 juta hektare tanah ulayat yang tersebar di 16 provinsi di seluruh Indonesia. Mereka menjadi tempat hidup bagi 3.000 masyarakat hukum adat.
1. AHY harap pertemuan dengan Menko Polhukam bisa samakan data

AHY mengatakan tidak ingin ada perbedaan data mengenai tanah ulayat yang dimiliki oleh Kementerian ATR dengan kementerian lain.
"Peta yang digunakan (jangan sampai) berbeda dengan yang lain. Ini juga menekankan pentingnya menghadirkan one map policy (kebijakan satu peta). Mudah-mudahan ini juga menjadi solusi," ujar Ketua Umum Partai Demokrat itu.
2. Penerapan kebijakan satu peta bisa mudahkan investasi masuk ke Indonesia

AHY berharap, kebijakan satu peta itu bisa segera diterapkan untuk memudahkan investasi pemerintah maupun swasta.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016, Kebijakan Satu Peta adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal.
Dengan adanya kebijakan ini, seluruh kebijakan pemerintah yang berbasiskan spasial akan mengacu pada satu peta yang sama.
"Jika kita bisa menghadirkan peta-peta skala besar yang kemudian bisa digunakan untuk membuat RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), ini penting sekali bagi para investor. Begitu juga bagi pemerintah daerah untuk menentukan tata ruang dan kebutuhan untuk industri serta pertumbuhan ekonomi lainnya," ujar AHY.
3. AHY sudah serahkan 13 sertifikat HPL ke Pemprov Jambi

Sementara, pada 25 Juni 2024 lalu, AHY sudah menyerahkan 13 sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Tanah Ulayat kepada Ketua Masyarakat Hukum Adat Tanah Berserau Tanah Baimbeo, Kota Sungai Penuh, Jambi. Sertifikat yang diserahkan merupakan sertifikat tanah ulayat pertama di Provinsi Jambi. AHY berharap, ke depan akan dilakukan kegiatan serupa.
"Ini merupakan prioritas karena masyarakat adat ini sudah bukan hanya puluhan tahun, tapi juga ratusan tahun menghuni negeri kita, di lokasi-lokasi yang dimuliakan (oleh masyarakat adat). Oleh karena itu, kita juga harus mempermudah dan mempercepat pengurusan tanah ulayat," kata AHY.
Menurutnya, hal tersebut juga harus dibarengi dengan mekanisme yang benar dan bebas biaya. Dengan mekanisme yang benar, masyarakat diyakini akan merasa sangat terbantu.
"Agar masyarakat komunal, masyarakat adat di mana pun berada itu bisa mendapatkan haknya," ucapnya.