Menko Polkam Klaim MBG Sudah Diterima 7,3 Juta Anak hingga Juli 2025

- SPPG mampu melayani 3.000 orang per hari
- MBG menyebabkan keracunan pada siswa SMPN 8 Kupang, NTT
- BGN minta maaf atas peristiwa keracunan makanan di NTT
Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengklaim sudah menyalurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke 7,3 juta anak hingga akhir Juli 2025. Bahkan, ia menargetkan penerima program unggulan itu bisa bertambah menjadi 20 juta anak sebelum 17 Agustus 2025. Lalu, pada akhir tahun 2025, penerima MBG akan menjadi 82,9 juta.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan 7,3 juta penerima mendapatkan MBG lewat 2.375 dapur komunitas gizi (SPPG) aktif. Jutaan penerima itu terdiri dari anak sekolah, balita, ibu hamil dan menyusui serta santri di pesantren dan sekolah keagamaan.
Purnawirawan jenderal Polri itu diklaim juga telah membuka lebih dari 100 ribu lapangan kerja baru serta menggandeng UMKM, petani, nelayan dan koperasi lokal dalam ekosistem pelaksanaannya. "Program ini adalah strategi menyeluruh untuk membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia sejak dini," ujar Budi di dalam keterangan tertulis pada Senin (4/8/2025).
Ia menggarisbawahi ketahanan gizi merupakan pondasi ketahanan nasional. Apabila anak-anak kita sehat dan cerdas maka masa depan bangsa akan lebih terjamin.
"Program MBG merupakan respons langsung terhadap tantangan malnutrisi di Indonesia yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi dan kekurangan gizi mikro," tutur Budi.
1. SPPG diklaim mampu melayani 3.000 orang per hari

Lebih lanjut, dapur Sentra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diklaim mampu melayani rata-rata 3.000 orang per hari. Menu MBG disusun berdasarkan 'isi piringku' dan memenuhi 25-35 persen kebutuhan gizi harian.
"Program ini diawasi langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN), pemerintah daerah dan sistem digital nasional untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas," tutur dia.
MBG, kata Budi, diklaim turut memperkuat ketahanan ekonomi melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga, penciptaan jutaan lapangan kerja dan stabilisasi harga pangan lewat pembelian langsung dari produsen rakyat.
"Ini adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam memastikan tidak ada anak Indonesia yang tertinggal karena kelaparan atau gizi buruk," katanya.
2. Jumlah siswa yang keracunan karena MBG terus bertambah

Meski diklaim program MBG sudah diterima oleh 7,3 juta anak, tetapi tak sedikit di antara mereka yang mengalami keracunan. Terbaru pada 22 Juli 2025 lalu sebanyak 140 siswa SMPN 8 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga keracunan saat mengonsumsi menu MBG. Mereka yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare dan muntah-muntah itu dirawat di tiga rumah sakit terdekat, antara lain RSUD SK Lerik, RSU Mamami, dan RS Siloam.
Guru piket SMP 8 Kupang, Brigina, membenarkan bahwa gejala awal mulai terlihat saat proses belajar mengajar pagi berlangsung. Banyak siswa dari kelas VII hingga IX mengeluh mual, muntah, dan bolak-balik ke kamar mandi.
Mereka sempat ditangani di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Namun, karena jumlah yang terdampak sangat banyak, sekolah terpaksa merujuk para siswa ke rumah sakit.
"Awalnya mereka ditangani di UKS, tapi karena jumlahnya terlalu banyak, kami bawa ke RSUD SK Lerik untuk kloter pertama, sisanya dibawa ke RS lain seperti RS Siloam," tuturnya.
Brigina juga mengungkapkan sejumlah siswa sudah mengeluhkan rasa tidak nyaman sejak malam sebelumnya. Gejala seperti mual, sakit perut, dan diare mulai dirasakan setelah makan siang MBG yang terdiri dari lauk rendang, sayur kacang panjang campur wortel, tahu, dan pisang.
3. Badan Gizi Nasional minta maaf atas peristiwa keracunan makanan di NTT

Sementara, Staf Khusus Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) bidang Komunikasi, Redy Hendra Gunawan meminta maaf secara terbuka atas kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di sejumlah sekolah di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).'
"Kami mewakili BGN menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada para siswa, kepada orang tua, kepada pihak-pihak yang terdampak atas kejadian dan insiden yang terjadi di NTT,” ujar Hendra dalam pemberian keterangan pers virtual pada 29 Juli 2025 lalu.
BGN telah mengambil langkah tegas dengan memberhentikan operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyediakan menu MBG.
Ia menambahkan BGN tidak menoleransi kelalaian yang menyebabkan dalam pengelolaan SPPG karena membahayakan siswa yang menjadi penerima manfaat.
"BGN tidak menoleransi kelalaian dalam hal pengelolaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang tentu akan sangat berbahaya bagi kesehatan penerima manfaat," tutur dia.