Menteri PPPA: Ada 2.356 Korban TPPO, Paling Banyak Perempuan dan Anak

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan, praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan pelanggaran terburuk terhadap hak asasi manusia. Keberhasilan pencegahan dan penangannya harus komprehensif dari hulu ke hilir.
"Karena kita tahu bersama TPPO sudah menjadi kejahatan extraordinary atau luar biasa yang melanggar harkat dan martabat manusia dengan modus beragam, dan sangat terselubung. Kejahatan ini terjadi hampir di semua negara di dunia dan yang paling miris perempuan dan anak kerap menjadi korban,” ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO), Jumat (10/3/2023).
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada Oktober 2022 tercatat sebanyak 2.356 korban TPPO yang dilaporkan, dimana 50,97 persennya anak-anak dan 46,14 persennya perempuan.
1. Dua perempuan dari Jawa Barat diselamatkan

Terkait modus operandi sindikat TPPO, paling tinggi melalui media sosial dan alat elektronik sebagai alat untuk menjerat korbannya. Dimana pelaku berpeluang berkomunikasi dengan korban tanpa harus bertemu secara tatap muka dan dengan sistem yang rapi
“Pada 3 Maret 2023 silam, kami juga telah berhasil memulangkan dua orang perempuan berasal dari Provinsi Jawa Barat yang berhasil diselamatkan oleh pihak Imigrasi dan Kepolisian yang rencananya akan diberangkatkan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kerja semua pihak dalam melakukan identifikasi modus operandi TPPO menjadi penting,” kata Bintang.
2. Jawa Timur telah menangani empat korban TPPO

Bintang mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Gugus Tugas PPTPPO di pusat maupun di daerah, dengan Dinas pengampu urusan perempuan dan anak, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di berbagai daerah di Indonesia.
“Beberapa praktik baik dari kerja bersama semua pihak dalam menangani kasus TPPO, di antaranya Provinsi Jawa Timur yang telah menangani empat korban TPPO dimana dua diantaranya usia anak dan sudah difasilitasi pemulangannya. Sedangkan di Provinsi DKI Jakarta adanya eksploitasi seksual anak di Gang Royal, telah ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sejak tahun 2020," katanya.
Adapun bentuk-bentuk penanganannya meliputi pendampingan konsultasi hukum, layanan psikologi, konseling pada korban maupun orang
tua korban, rujukan rehabilitasi kesehatan, serta mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
3. Upaya agar TPPO tidak terulang

Bintang mengemukakan beberapa hal penting agar kasus TPPO tidak berulang. Salah satunya dari kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, pelibatan masyarakat dari berbagai institusi, khususnya yang tergabung dalam GT PP TPPO untuk lebih meningkatkan peran masing-masing pihak, serta meningkatkan keberpihakan sub Gugus Tugas Penegakan Hukum maupun sub gugus tugas lainnya.
Lebih lanjut Menteri PPPA menyampaikan bahwa Presiden Republik Indonesia pun telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024 pada 22 Februari 2023 silam.
“Saya berharap besar rencana aksi nasional (RAN) ini menjadi tolak ukur bagi seluruh anggota GT PP TPPO yang mempunyai tanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsinya melaksanakan aksi dalam hukum dan kebijakan, serta kewajiban internasional dan regional dalam menangani TPPO mulai dari pencegahan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial serta penegakan hukum,” katanya.
4. Progam desa ramah anak dan perempuan digencarkan

Dengan semakin maraknya kasus TPPO di Indonesia, Bintang menekankan proses pencegahan di hulu jadi penting, khususnya dalam memperkuat edukasi kepada masyarakat. Untuk itu, salah satu program yang digencarkan oleh KemenPPPA dalam upaya pencegahan di hulu adalah melalui program Desa Ramah Perempuan Dan Peduli Anak (DRPPA) yang saat ini sudah menjangkau di 34 provinsi di Indonesia.
DRPPA menjadi salah satu program unggulan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan yang memberdayakan perempuan dan perlindungan anak.