MK Putuskan Pemerintah Tak Bisa Laporkan Pencemaran Nama Baik

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan lembaga pemerintah tidak dapat melaporkan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan ini dibacakan dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Selasa (29/4/2025).
Dilansir dari laman resmi MK, permohonan uji materi ini diajukan oleh warga Karimunjawa, Jepara, Daniel Frits Maurits Tangkilisan. MK menyatakan Pasal 27A UU 1/2024 tentang pencemaran nama baik hanya berlaku untuk individu, bukan institusi seperti lembaga pemerintah, korporasi, profesi, atau kelompok tertentu.
Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, pencemaran nama baik melalui media elektronik merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses jika dilaporkan langsung oleh korban individu. Badan hukum atau institusi tidak dapat menjadi pelapor atas nama pencemaran nama baik, karena hak tersebut hanya dimiliki oleh orang yang merasa dicemarkan secara pribadi.
MK menegaskan frasa "orang lain" dalam Pasal 27A UU ITE hanya merujuk pada individu. Oleh karena itu, laporan pencemaran nama baik dari institusi atau lembaga, termasuk pemerintah, tidak sah secara hukum.
Dalam sidang tersebut, MK juga mengkritisi frasa "suatu hal" dalam pasal yang sama. Frasa tersebut dinilai terlalu umum dan bisa menimbulkan tafsir yang tidak jelas antara pencemaran nama baik dan penghinaan biasa. Untuk menjamin kepastian hukum, MK menegaskan bahwa frasa itu harus dimaknai secara lebih sempit, yakni sebagai perbuatan yang benar-benar merendahkan nama baik seseorang.
Sementara itu, terkait Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran kebencian, MK tetap mempertahankan unsur "tanpa hak" dalam norma tersebut. Unsur ini dianggap penting untuk melindungi kebebasan berekspresi dalam profesi tertentu, seperti jurnalis dan peneliti, yang menjalankan tugasnya secara sah. MK menilai penghapusan unsur ini bisa berbahaya dan justru mengkriminalisasi pihak-pihak yang memiliki dasar hukum dalam menyampaikan informasi.
MK juga memberikan batasan mengenai isi dari informasi elektronik yang bisa dianggap menghasut kebencian. Hanya informasi yang secara nyata mengajak atau mendorong diskriminasi, kekerasan, atau permusuhan terhadap kelompok tertentu dan dilakukan secara sengaja serta di depan umum yang bisa dikenai sanksi pidana.
Dengan putusan ini, MK menegaskan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi sekaligus mencegah penyalahgunaan hukum untuk membungkam kritik terhadap pemerintah atau institusi lain.