Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PB IDI: Aksi Cabul Dokter Kandungan di Garut Anomali Dunia Medis

ilustrasi USG (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi USG (pexels.com/MART PRODUCTION)
Intinya sih...
  • Ketua PB IDI menyoroti kasus pelecehan seksual dokter kandungan di Garut, menilai tindakan tersebut sebagai anomali di dunia kedokteran.
  • Dokter I dinilai melanggar SOP dengan memeriksa pasien tanpa pendamping, PB IDI berharap penanganan hukumnya dilakukan secara proporsional.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto, menyoroti kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter spesialis kandungan di Garut, yakni MSF alias dokter I.

Dia mengatakan, apa yang diperbuat dokter I pada pasiennya adalah tindakan anomali di praktik kesehatan karena dokter sudah terikat kode etik.

"Ya, kita merasa prihatin. Satu, itu kan perbuatan anomali di dunia kedokteran yang harusnya tidak dilakukan," kata dia kepada IDN Times, Rabu (16/4/2025).

1. Berharap agar penanganan hukum proporsional

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, dia mengatakan, dokter I sudah melanggar SOP. Meski sekarang sudah ada proses hukum yang dilakukan, dia berharap agar penangananya hukumnya dilakukan dengan proporsional.

2. Semua perlu persetujuan pasien

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra usai membuka Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) XXXII di Kota Mataram, Kamis (13/2/2025). (IDN Times/Muhammad Nasir)
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra usai membuka Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) XXXII di Kota Mataram, Kamis (13/2/2025). (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dalam rekaman CCTV yang tersebar, dokter I memeriksa pasiennya tanpa pendamping. Menanggapi hal tersebut, Slamet mengatakan, pasien bisa memilih ingin ditemani atau tidak jika memang ada keluarga.

Namun, segala tindakan harus ada persetujuan pasien, jika tidak selaras pasien berhak menolak.

“Itu semua persetujuan pasien. Pasien boleh menolak,” kata dia.

3. Harus ada izin untuk menyentuh apalagi jika berkaitan dengan indikasi medis

Ilustrasi IGD. (IDN Times/Besse Fadhilah)
Ilustrasi IGD. (IDN Times/Besse Fadhilah)

Dia menekankan pentingnya persetujuan pasien dalam setiap tindakan medis, bahkan hingga ke bagian intim jika memang ada indikasi medis yang diperlukan.

“Dokter itu boleh membuka alat vitalnya siapa pun, boleh. Atas izin pasien. Berdasarkan indikasi medik. Harus ada izin,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us