Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PB IDI Soroti Pengawasan Praktik Dokter Buntut Banyak Kasus Viral

Ratusan pegawai OIKN saat mengikuti CKG (IDN Times/Ervan)
Intinya sih...
  • PB IDI soroti kasus pelecehan seksual dokter yang viral
  • Pengawasan praktik kedokteran dialihkan ke Kemenkes sejak 2023

Jakarta, IDN Times - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyoroti pengawasan praktik dokter usai ramainya kasus pelecehan seksual oleh dokter kandungan MSF saat pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan pemerkosaan keluarga pasien di RSHS Bandung oleh dokter residen anestesi dari PPDS berinisiap PAP.

Ketua PB IDI, Slamet Budianto, mengatakan, pengawasan terhadap praktik kedokteran di Indonesia yang kini kewenangan pembinaan dan pengawasan dialihkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkaitan dengan munculnya sejumlah kasus dokter viral belakangan ini.

"'Salah satunya juga mungkin ini berkaitan. Dulu itu, sebelum 2023, IDI punya kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran. Sejak tahun 2023, kewenangan itu diambil oleh Kemenkes,” ujar Slamet kepada IDN Times, dikutip Kamis (17/4/2025).

1. Kekhawatiran soal pengawasan berkenaan dengan sumber daya

Deretan keluarga pasien menunggu antrean di IGD RSI Sultan Agung Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Slamet juga khawatir soal kemampuan Kemenkes dalam menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan secara menyeluruh hingga ke daerah. Dia mengatakan, keterbatasan sumber daya menjadi hambatan utama.

"Ya, silakan. Kemenkes melakukan itu (pengawasan), saya yakin tidak akan mampu karena keterbatasan sumber daya," ujarnya.

2. SIP penting untuk saring etika dan validitas dokter

Ambulans terparkir di depan IGD RSUP Kariadi Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Dia menjelaskan, rekomendasi dari IDI dalam penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) dokter sebenarnya penting untuk menilai aspek etika dokter. Termasuk memastikan praktik yang dijalankan bukan praktik ilegal atau palsu.

"Juga untuk mengetahui itu palsu atau tidak dokternya. Itu sudah dihilangkan," kata dia.

3. IDI hanya bisa beri sanksi etik

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra usai membuka Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) XXXII di Kota Mataram, Kamis (13/2/2025). (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dalam kasus pelanggaran dokter,  kata dia, kini IDI hanya bisa memberikan sanksi etik, seperti memberhentikan keanggotaan seorang dokter.

Slamet juga menyayangkan keberadaan lebih dari satu organisasi profesi di Indonesia yang menurutnya membuat penegakan etik tidak maksimal.

"Kami hanya sebatas, kalau dia melanggar etika kode etik kedokteran, kita berhentikan dari anggota IDI, udah gitu aja sampai seperti itu," kata Slamet.

"Karena lagi-lagi, karena satu hilangnya, diambil alih semua oleh Kemenkes. Sedangkan pemerintah tidak mampu karena tidak ada sampai ke kabupaten-kabupaten, gak ada dia," kata dia

4. Peraturan yang sudah berubah

Ilustrasi hasil x-ray tulang belakang. (pexels.com/Ivan Samkov)

UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menghapus kewajiban dokter untuk mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi (seperti IDI) dalam pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).

Sebagai gantinya, kewenangan penuh diberikan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk proses registrasi dan validasi kompetensi dan Dinas Kesehatan dan instansi pemerintah untuk pengeluaran izin praktik.

Dalam melaksanakan fungsi, Konsil Kesehatan Indonesia memiliki wewenang untuk menerbitkan, menonaktifkan, dan mencabut STR Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, yakni pada Pasal 695 Ayat 4 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us