PBB: Kesenjangan Digital di Indonesia Masih Terasa

- Kesenjangan akses internet di Indonesia terjadi antara kota dan desa, dengan Jakarta memiliki 85% akses internet untuk usia lima tahun ke atas, sementara di Papua hanya 26%.
- Akses internet di rumah tangga perkotaan mencapai 91%, sedangkan di pedesaan hanya 81%, dipengaruhi oleh perbedaan usia, pendidikan, dan gender.
- Perlu adanya upaya mengatasi kesenjangan digital dengan pemberdayaan perempuan di ruang digital serta perlindungan data yang lebih kuat untuk meningkatkan ekonomi dan pemerintahan digital.
Jakarta, IDN Times - Kesenjangan digital masih terasa begitu nyata di Indonesia. Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, menyatakan masalah utama dari kesenjangan digital di Indonesia adalah kondisi geografis.
Pada 2022, akses internet tertinggi di Jakarta dengan 85 persen untuk kelompok usia lima tahun ke atas. Sedangkan, di Papua hanya 26 persen masyarakatnya yang bisa mengakses internet.
"Meskipun kesenjangan gender semakin menyempit, perempuan, terutama yang tinggal di pedesaan dan lansia, serta mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah, masih menghadapi tantangan besar dalam hal akses dan literasi digital," kata Shimomura dikutip Selasa (12/11/2024).
1. Perbedaan akses di kota dan desa

Akses internet di rumah tangga perkotaan mencapai 91 persen. Sementara, di pedesaan hanya akses internet hanya menjangkau 81 persen masyarakat.
Dia mengatakan kesenjangan digital ini dipengaruhi oleh perbedaan usia, pendidikan, hingga gender.
2. Perlu adanya standar etika dan melawan polarisasi

Dia menggarisbawahi pesan utama dari publikasi kebijakan. Perlu ada upaya mengatasi kesenjangan digital, yakni standar etika dan melawan polarisasi dengan memanfaatkan transformasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satunya adalah pemberdayaan perempuan di ruang digital untuk mempercepat kemajuan Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
3. Tantangan perlindungan data

Selain itu, hak dan etika digital yang berkaitan dengan perlindungan data dinilai lemah dan rentan. Pelanggaran privasi data jadi tantangan yang ada untuk meningkatkan ekonomi dan pemerintahan digital.
"Transparansi yang lebih kuat diperlukan berkaitan dengan algoritma dan interface pengguna untuk platform," kata dia.