PDIP Kemungkinan Umumkan Capres Juni 2023, Ini Sosok Kriterianya

Jakarta, IDN Times - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, memperkirakan calon presiden (capres) yang akan diusung partainya untuk Pemilu 2024 diumumkan pada Juni 2023.
"Pak Jokowi dulu diumumkan oleh Bu Mega pada Maret 2014, pemilunya pada Juni, sehingga kalau kita menggunakan analogi itu, kira-kira Juni tahun depan (2023) pas Bulan Bung Karno," kata Hasto, dalam diskusi Election Corner bertema Mengembalikan Kembali Politik Programatik di Pemilu 2024 di Fisipol UGM Yogyakarta, dilansir ANTARA, Senin (10/10/2022).
1. PDIP biasa umumkan capres-cawapres detik-detik terakhir

Terkait pengumuman capres, menurut Hasto, PDIP telah memiliki pengalaman pemilu berulang kali sesuai dengan tahapan yang ditetapkan KPU RI.
"Tahapan pemilu masih Oktober tahun depan, pencapresan kita terus berdialektika," ujarnya.
Demikian pula saat mengumumkan cawapres pendamping Jokowi pada Pemilu 2019, menurut Hasto, tidak bisa lepas dari dinamika politik yang berkembang saat itu.
"Kiai Ma'ruf itu diputuskan (capres) Minggu jam empat sore, pendaftarannya (di KPU) Senin. Itu Kiai Ma'ruf karena dinamika politik, itu riil politik, di dalam praktik itu seperti itu," kata dia.
2. Kriteria sosok capres pilihan PDIP

PDIP, kata Hasto, tengah menyiapkan sosok capres 2024 yang berani mengambil keputusan, mampu membawa Indonesia memimpin bangsa-bangsa di dunia, dan memiliki rekam jejak kuat.
"Pemimpin yang berani mengambil keputusan meskipun pahit, pemimpin yang mampu membawa bahtera Indonesia menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa di dunia dan tentu saja pemimpin ideologis, pemimpin memiliki kemampuan teknokratis, memiliki rekam jejak sejarah panjang, dan kuat," kata dia.
Tidak hanya itu, Hasto melanjutkan, capres yang diusung PDIP harus sosok pemimpin yang mendapat dukungan kekuatan kolektif parpol dan gabungan parpol.
Dukungan kekuatan kolektif parpol, menurut dia, penting untuk menghindarkan pemerintahan ke depan dari terpaan 'tsunami' politik, seperti awal kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014.
Kala itu, kata Hasto, memerlukan waktu 1,5 tahun hanya untuk mengonsolidasikan kekuasaan, lantaran parlemen dikuasai parpol nonpendukung pemerintah.
Karena itu, ia berharap pemerintahan ke depan selain memiliki legitimasi secara elektoral, juga mendapat legitimasi dari dukungan di parlemen.
"Itu yang kami persiapkan, merancang satu gabungan partai politik agar pemerintahannya efektif. Selain itu, mayoritas dukungan presiden dari rakyat 50 persen plus 1 tercermin di parlemen," kata Hasto.
Karena itu, lanjut Hasto, pentingnya melakukan lobi-lobi politik dan negosiasi dengan partai politik lainnya.
"Lobi politik penting. Negosiasi itu perlu, jalan-jalan sehat itu perlu, naik kuda bersama itu perlu. Sekarang naik perahu juga perlu karena Jakarta banjir," ujar Hasto, disambut tawa hadirin.
3. Indonesia masih menghadapi krisis perekonomian

Selain tentang sosok pemimpin, Hasto juga memandang penting soal masalah yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Saat ini, Presiden Jokowi masih punya dua tahun masa jabatan hingga 2024, dan negara menghadapi penurunan kondisi perekonomian.
"Dalam konteks politik persoalan ekonomi ini yang paling berat saat ini. Ini yang harus diatasi. Jangan dibawa ke kontestasi politik Pemilu 2024 yang terlalu dini. Kami punya komitmen mencapai legacy yang maksimal bagi Pak Jokowi," tuturnya.
Maka itu, ujar Hasto, saat ini PDIP lebih menyiapkan visi dan misi capres dan cawapres terlebih dahulu yang isinya menggambarkan visi Indonesia ke depan, yang senapas dengan pemerintahan Sukarno-Megawati-Jokowi.
"Untuk siapa yang akan disiapkan, itu keputusannya Ibu Mega. Yang jelas pengalaman 2014 mampu melahirkan banyak pemimpin. Visi dan misi capres PDI Perjuangan progressnya sudah 80 persen," ujarnya.