Pelaku Sengaja Meledakkan Bom di SMAN 72, Motif Ledakkan Diri Didalami

Jakarta, IDN Times - Polda Metro Jaya mengungkap pelaku ledakan SMAN 72 Jakarta sengaja meledakkan bom di sekolah. Hal tersebut terungkap dari rekaman CCTV dan pemeriksaan 16 saksi, termasuk anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) atau terduga pelaku.
“Secara runtun CCTV, dia sudah berniat membawa tas jinjing berwarna biru. Itu berisi senjata dan bahan peledak, pada saat dia meledakkan itu, dia dengan sengaja meledakkan,” kata Kabid Humas Polda Metro, Kombes Pol Budi Hermanto saat dihubungi, Selasa (11/11/2025).
Adapun motif terduga pelaku meledakkan diri, polisi masih mendalaminya.
“Pada saat ditanyakan pada saat dirinya menjadi korban kesengajaan, ini masih didalami,” ujarnya.
Sementara, Detasemen Khusus (Densus) 88 mengungkap terduga pelaku mengakses situs berisi konten kekerasan ekstrem (gore) sejak awal 2025.
Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengatakan ABH saat itu sedang merasakan tertindas.
“ABH sejak awal tahun yang bersangkutan sudah mulai melakukan pencarian ketika merasa perasaan tertindas, kesepian, tidak tahu harus menyampaikan kepada siapa,” ujar Eka pada kesempatan sama.
“Lalu yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam, dendam terhadap beberapa perlakuan-perlakuan kepada yang bersangkutan,” lanjutnya.
Di situs tersebut, ABH mendapatkan gambaran bagaimana orang-orang meninggal dunia, mengalami kecelakaan atau mengalami kekerasan secara keji dengan berbagai tingkatannya.
“Di situ yang menginspirasi yang bersangkutan, karena ABH juga mengikuti sebuah komunitas media sosial yang bisa dikatakan disitu juga mereka sangat mengagumi kekerasan,” ujarnya.
Selain itu, terduga pelaku juga mengaku terinspirasi dengan enam serangan teror oleh aliran Neo Nazi, Etnonasionalis hingga White Supremacy.
Pertama, Eric Harris dan Dylan Klebold yang dikenal sebagai dua siswa senior yang melakukan Pembantaian Sekolah Menengah Atas Columbine (Columbine High School massacre) pada 20 April 1999 di Columbine, Colorado, AS. Mereka diduga beraliran Neo Nazi.
Kedua, Dylann Roof beraliran White Supremacy atau supremasi kulit putih. Ia melakukan pembunuhan massal dengan melakukan penembakan gereja Charleston di Amerika Serikat pada 17 Juni 2015.
Ketiga, Alexandre Bissonnette yang melakukan penembakan massal di sebuah masjid di Quebec City, Kanada, pada 29 Januari 2017. Ia beraliran White Supremacy atau supremasi kulit putih.
Keempat, Vladislav Roslyakov yang terlibat dalam kasus penembakan dan pemboman massal di Politeknik Kerch (Kerch Polytechnic College) di Krimea, Rusia, pada 17 Oktober 2018. Ia beraliran Neo Nazi.
Kelima, Brenton Tarrant, seorang ekstremis sayap kanan dan penganut supremasi kulit putih dari Australia. Ia melakukan penembakan massal di dua masjid, Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre, di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019.
Keenam, Natalie Lynn Rupnow yang merupakan pelaku penembakan sekolah di Abundant Life Christian School di Madison, Wisconsin, Amerika Serikat, pada 16 Desember 2024. Ia beraliran Neo Nazi.
“Yang bersangkutan hanya mempelajari kemudian mengikuti beberapa tindakan ekstremisme yang dilakukan bahkan posenya kemudian beberapa simbol yang ditemukan itu sekedar menginspirasi,” ujar Eka.

















