Pertanyakan Hubungan KSAD dan Vaksin Nusantara, Adian: Membahayakan?

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PDIP Adian Napitupulu mempertanyakan hubungan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa terkait nota kesepahaman penelitian Vaksin Nusantara besutan mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto.
Dia menilai, tugas TNI adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kemudian, Adian mempertanyakan apakah uji klinis Vaksin Nusantara mengancam kehidupan bangsa.
"Larangan itu semacam kesepakatan mereka. Maksud Saya begini, kalau KSAD Angkatan Darat itu hubungan sama riset apa? Kalau kaitan sama RSPAD, kalau gitu kepala rumah sakitnya yang bilang 'jangan meneliti di sini," ujar Adian dalam rapat Komisi VII DPR yang dipantau di You Tube DPR RI, Kamis (17/6/2021).
1. Adian tegaskan riset tidak boleh dilarang

Adian menegaskan, sebagai kaum intelektual dan terpelajar penelitian Vaksin Nusantara seharusnya didukung bukan sebaliknya.
"Tidak boleh kita melarang riset, kecuali dia berbahaya bagi kemanusiaan dan bangsa ini. Saya mau tahu dari BPOM, apakah seberbahaya itu? Apakah uji klinis lalu jadi monster, apakah seperti itu? Saya butuh alasan sangat rasional," ujarnya.
2. Perdebatan panjang soal Vaksin Nusantara membuat seolah pemerintah antiriset

Menurut Adian, perdebatan panjang tentang Vaksin Nusantara membuat seolah pemerintah antiriset dan penelitian Vaksin Nusantara seolah sesuatu yang membahayakan.
"Seolah-olah riset itu berbahaya, sesuatu yang gak menguntungkan jadi beban negara. Mungkin Pak Dokter (Terawan) bisa jelaskan apakah ada kerugian negara yang sangat besar atau membahayakan penduduk? Bisa memecah persatuan dan kesatuan, hingga sangat penting dihentikan?" tanya Adian.
3. Terawan gandeng Amerika agar penelitian punya standar yang sama

Menanggapi pertanyaan Adian, Terawan mengaku tidak tahu mengapa uji klinis Vaksin Nusantara dihentikan sebab Indonesia merupakan negara demokrasi.
"Kami tidak bekerja sendiri. Saya menggandeng Amerika agar standarisasinya sama, dan tujuannya bahwa apa yang kita kerjakan di Indonesia ini bukan sekedar standar Indonesia, tapi standarnya juga mengacu pada luar, sehingga kita juga nantinya diakui. Saya tidak tahu itu pendapat-pendapat beliau, saya tidak mengerti karena saya dalam lingkup seorang periset," ujarnya.
4. Terawan berharap uji klinis III Vaksin Nusantara bisa di Indonesia

Terawan mengatakan, Vaksin Nusantara saat ini sudah terdaftar di WHO sebagai AV-COVID-19 dan terdaftar uji klinisnya. Saat ini sedang menyiapkan laporan.
"Uji klinis tahap III sama seperti negara lain, bisa dilakukan di negara sendiri atau bersama-sama dengan negara lain atau sepenuhnya di negara lain. Saya harapkan bisa dilakukan di negara saya sendiri karena ini tercatat di WHO dan akan kita publikasikan standar internasional. Ini kami masih siapkan tulisannya karena nanti reviewer dari luar juga yang akan menilainya. Kami mohon bantuan dari teman-teman di Komisi ini," imbuhnya.
5. Uji klinis Vaksin Nusantara dihentikan sementara

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito sepakat untuk menghentikan uji klinis Vaksin Nusantara.
Hal itu terjadi usai digelar rapat antara Komisi IX, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tim peneliti Vaksin Nusantara, Lembaga Eijkman, dan Kementerian Riset dan Teknologi pada 10 Maret 2021 lalu.
Informasi itu terungkap dari akun media sosial epidemiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono. Pandu mengunggah surat yang diteken oleh Pelaksana Tugas Direktur Utama RSUP dr. Kariadi, Semarang, Dr. dr. Dodik Tugasworo Pramukarso. Surat itu ditujukan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
"Menindaklanjuti laporan singkat rapat kerja Komisi IX DPR yang membahas mengenai penjelasan tentang dukungan Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara tanggal 10 Maret 2021, dengan ini kami sampaikan bahwa sebagai site research, mohon izin untuk menghentikan sementara penelitian ini," demikian isi surat tersebut yang diunggah oleh Pandu.
Di dalam surat itu juga disebut alasan penelitian tersebut dihentikan sementara karena masih harus melengkapi dan mempersiapkan persyaratan penelitian sel dendritik. Pasalnya, penelitian uji klinis di tahap pertama dianggap tak memenuhi kaidah-kaidah etik penelitian.
"Penelitian vaksin dendritik belum mendapatkan izin PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis) fase II dari BPOM," kata dr. Dodik di surat itu.
6. BPOM bantah hentikan vaksin nusantara

Sementara, juru bicara vaksinasi COVID-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia, membantah pihaknya menghentikan penelitian Vaksin Nusantara. Berdasarkan hearing yang dilakukan pada 16 Maret 2021 antara tim peneliti Vaksin Nusantara, para ahli, dan Komisi Nasional Penilai Obat, masih banyak yang perlu diperbaiki.
"Mereka kami minta untuk memperbaiki. Masalahnya banyaklah yang harus diperbaiki," ujar Lucia ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin (22/3/2021).
Setelah data dan kegiatan penelitian yang diminta oleh BPOM diperbaiki, maka tim peneliti Vaksin Nusantara harus kembali mengajukan izin PPUK seperti di tahap sebelumnya.
"Iya (harus mengulangi lagi tahapannya)," tutur dia.
Sedangkan, juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, menyebut penelitian mengenai Vaksin Nusantara sedang dikaji oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes.
"Pengkajian terkait usulan yang harus dilengkapi dari BPOM," kata Nadia kepada IDN Times melalui telepon.
Salah satu yang disorot oleh BPOM yakni mengenai komite etik dan lokasi dilakukannya uji klinis tidak sinkron. Komite etik Vaksin Nusantara berada di RSPAD Gatot Subroto, sedangkan uji klinis dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang.
Artinya, tak ada komite etik yang mengawasi selama uji klinis dilakukan di Semarang. Sementara, uji klinis tahap I sudah melibatkan subyek penelitian manusia.