Pilkada 2024 Dinilai Tak Fair Sejak Putusan MA soal Usia Kepala Daerah

- Violla Reininda menilai tahapan Pilkada 2024 tidak fair, terutama terkait Putusan MA yang mengubah tafsir syarat batas usia calon kepala daerah.
- Putusan MA disinyalir sebagai upaya Presiden Jokowi mempertahankan kekuasaannya, agar putra bungsu, Kaesang Pangarep, bisa ikut berlaga di pilkada.
- MA mengabulkan uji materi PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Jakarta, IDN Times - Pengamat sekaligus peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Violla Reininda, menilai tahapan Pilkada 2024 sebenarnya sudah tampak tidak fair.
Hal tersebut ditunjukkan adanya Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah tafsir soal syarat batas usia calon kepala daerah.
"Diskriminasi itu berkaitan dengan syarat, sedangkan hitung-hitungan usia itu adalah opportunity policy dari pembentuk undang-undang. Dan ini semua yang memberikan implikasi bahwa sejak awal kontestasi pemilu jadi tidak fair," kata dia dalam acara diskusi politik Pra-Kongres III Partai NasDem, dengan tajuk 'Demokratisasi atau Karpet Merah bagi Penguasa' di NasDem Tower, Jakarta, Rabu (7/8/2024).
1. Putusan MA disinyalir karpet merah buat Kaesang

Violla menilai, ada upaya agar segelintir pihak bisa berkuasa dan terpilih sebagai kepala daerah.
Menurutnya, Putusan MA tersebut jadi salah satu implikasi upaya dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo mempertahankan kekuasaannya. Besar kemungkinan, Putusan MA sebagai karpet merah agar putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, bisa ikut berlaga di pilkada.
"Karena dia sudah bisa disinyalir memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu, orang tertentu yang saat ini disinyalir adalah anak atau putra Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan dinastinya," ucap Violla.
2. Mengingat kembali Putusan MA yang dianggap untuk kepentingan Kaesang maju pilkada

Adapun, MA mengabulkan uji materi PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
MA mengungkapkan, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "....berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih".
Dengan adanya gugatan itu, maka aturan batas usia minimal kepala daerah itu dihitung sejak yang bersangkutan dilantik sebagai calon terpilih, bukan lagi saat ditetapkan sebagai paslon.
Oleh sebab itu, MA meminta KPU RI mencabut aturan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tersebut.
Putusan MA diketahui diketok oleh Ketua Majelis Yulius bersama Majelis lainnya, Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunandi, pada Rabu (29/5/2024).
3. Bagaimana nasib Kaesang di pilkada?

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, sendiri mengaku berani apabila harus bertanding melawan Anies Baswedan maupun Ridwan Kamil (RK) di Pilkada DKI Jakarta 2024.
Saat ditanya mengenai hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI, Raja Juli Antoni, tak membantah apakah Kaesang akan ikut berkompetisi di pilkada.
Ia hanya meminta publik bersabar, sebab segala kemungkinan masih bisa terjadi jelang pendaftaran Pilkada 2024.
"Ya tunggu dulu, tunggu dulu ya perkembangannya," kata dia saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).
Namun, Raja Juli menegaskan, PSI secara garis besar akan mengikuti keputusan dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) terkait siapa kandidat yang akan didukung di Pilkada DKI Jakarta."
Sekali lagi ditegaskan sikap PSI secara umum akan mengikuti garis dari KIM. Apapun keputusannya, mudah-mudahan diputuskan secara kolektif. Kalau pun ada beda-beda ya di sana sini, ya itu bagian dari demokrasi," kata dia.
"Tapi pada intinya, Mas Kaesang nanti mau di Jakarta, di Jateng, kita minta itu merupakan keputusan bersama dari KIM," sambung Raja Juli.