Polemik PPN 12 Persen, PDIP: UU HPP Inisiatif Pemerintah Rezim Jokowi

- Pemerintah memiliki opsi untuk menaikkan atau menurunkan tarif PPN sesuai UU HPP, dengan persetujuan DPR.
- Apabila tetap menggunakan tarif PPN 12 persen, pemerintah harus memperhatikan kinerja ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat yang meningkat, dan pelayanan publik yang semakin baik.
- UU HPP merupakan inisiatif dari Pemerintahan Jokowi dan disahkan dalam Paripurna pada 7 Oktober 2021 setelah pembahasan dengan Komisi XI DPR RI.
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit menjawab tudingan elite Gerindra terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Dia menegaskan, pemerintah sebetulnya memiliki opsi untuk menaikkan atau menurunkan PPN.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) HPP, Pasal 7 ayat (3), pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan Persetujuan DPR.
Dolfie menjelaskan, kenaikan atau penurunan tarif PPN tersebut juga didasarkan pada kondisi perekonomian nasional.
“Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN (naik atau turun),” kata dia kepada wartawan, Minggu (22/12/2024).
1. PPN naik 12 persen, 5 hal ini harus jadi perhatian serius

Dolfie menegaskan, apabila Pemerintahan Presiden Prabowo tetap menggunakan tarif PPN 12 persen, maka harus memperhatikan sejumlah hal.
Pertama, kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Ketiga, penciptaan lapangan kerja.
Kemudian, penghasilan masyarakat yang meningkat, serta pelayanan publik yang semakin baik.
2. UU HPP usul inisiatif pemerintah rezim Jokowi

Lebih jauh, Dolfie juga mengungkapkan, sejatinya UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021.
Dia mengatakan, tujuh dari delapan fraksi partai politik di parlemen saat itu setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP itu.
Selanjutnya RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan Komisi XI DPR RI. Kemudian, UU HPP disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021.
“8 Fraksi (FPDIP, FPG, FPGerindra, FNasdem, FPKB, FPDemokrat, FPAN, FPPP) menyetujui UU HPP kecuali fraksi PKS,” kata dia.
Dolfie menekankan, UU HPP, bentuknya adalah Ominus Law, yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai.
“UU ini juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon,” tutur dia.
3. Gerindra tuding PDIP buang muka soal PPN 12 persen

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Wihadi Wiyanto justru menilai sikap PDIP sekarang adalah upaya 'melempar bola panas' kepada pemerintahan Prabowo. Padahal, kenaikan PPN 12 persen yang termaktub dalam UU HPP merupakan produk dari PDIP.
"Jadi, kami dalam hal ini melihat sikap PDIP ini adalah dalam hal PPN 12 persen adalah membuang muka. Kami ingatkan, apabila ingin mendukung pemerintahan maka tidak dengan cara seperti ini," ujar Wihadi.
Wihadi juga keras mengkritik sikap PDIP terkait wacana kenaikan PPN 12 persen. Namun, dia tetap menghargai PDIP mau menjadi oposisi pemerintah karena itu merupakan hak PDIP sebagai partai politik.
"Tetapi, bila ingin melakukan langkah-langkah oposisi maka ini adalah hak daripada PDIP," kata Wihadi.