Polisi Gandeng PPATK Telusuri Aset Halim Kalla cs Kasus PLTU

- Polisi mendalami potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi PLTU Kalbar
- Kortas Tipikor menetapkan 4 tersangka, termasuk Direktur PLN periode 2008-2009 dan Presiden Direktur PT BRN Halim Kalla
Jakarta, IDN Times - Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri sedang menelusuri aset-aset milik Halim Kalla dan tersangka lainnya di kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar).
Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri, Brigjen Pol Totok Suharyanto, mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut aliran dana korupsi itu.
“Betul kami menggandeng PPATK. Saat ini masih proses penelusuran aset,” kata Totok kepada IDN Times, Senin (13/10/2025).
1. Polisi mendalami potensi keterlibatan pihak lain

Dengan penelusuran aset ini, penyidik juga mendalami potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi itu. Termasuk kemungkinan pengembangan tersangka yang membantu pencucian uang.
Oleh karena itu, kata dia, penyidik masih melakukan pemeriksaan kepada beberapa saksi dan ahli. Setelahnya, baru akan dilakukan pemeriksaan kepada para tersangka yang masih belum ditahan.
“Masih agenda proses pemeriksaan tambahan untuk para saksi dan ahli untuk skema splitzing terhadap pemberkasan empat tersangka,” ujar dia.
2. Kortas Tipikor menetapkan 4 tersangka

Sebelumnya, Kortas Tipikor Polri menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalbar periode 2008-2018. Keempat tersangka adalah Fachmi Mochtar selaku Direktur PLN periode 2008-2009, Presiden Direktur PT BRN Halim Kalla, RR selaku Dirut PT BRN, dan HYL selaku Dirut PT Praba.
Fachmi Mochtar selaku Direktur PT BRN diduga melakukan pemufakatan jahat dengan tiga tersangka lainnya untuk memenangkan tender tersebut. Dia diduga meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC, meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.
3. Pembangunan PLTU hanya mencapai 85,56 persen

Hingga berakhirnya masa kontrak KSO BRN maupun PT PI, proyek PLTU itu hanya bisa diselesaikan 57 persen. Proyek itu kemudian diberikan perpanjangan 10 kali hingga 2018 tetapi tidak selesai.
Data terakhir menyebutkan, pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat hanya mencapai 85,56 persen. Tidak selesainya proses pembangunan dengan alasan KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan yang sedianya telah dibayarkan PLN sebesar Rp323 miliar dan 62,4 juta dolar AS.