Prabowo Didesak Bentuk TGPF, Ungkap Fakta Kerusuhan Agustus 2025
- Pemerintah harus terbuka di balik demo besar-besaran akhir-akhir ini. Publik berhak tahu atas kebenaran dalam peristiwa berdarah itu.
- Harus ada perbaikan tata kelola penyelenggaraan negara. Pengungkapan data dan fakta menjadi bagian mekanisme cooling down system dari kemarahan publik.
- TGPF dapat menjadi dasar untuk memastikan hak masyarakat untuk tahu atas peristiwa itu dan menciptakan rasa aman yang otentik.
Jakarta, IDN Times - SETARA Institute mendesak Presiden RI, Prabowo Subianto segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel untuk mengungkap fakta di balik peristiwa berdarah selama eskalasi yang meningkat sejak 25 Agustus 2025.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi menilai, TGPF dapat menemukan pola gerakan yang bersifat demokratis dari agenda politik terselubung yang menungganginya.
Huru-hara akhir Agustus 2025 melahirkan tuntutan baru agar peristiwa itu diusut tuntas. Berbagai protes lanjutan terus didengungkan secara lantang di ruang publik, mulai dari gerakan “hijau pink” dalam profil akun media sosial, gerakan 17+8, tagar #resetindonesia, tagar #wargajagawarga, serta aneka tuntutan dan seruan lainnya.
Eskalasi kian meningkat usai jatuhnya korban pengemudi ojek daring bernama Affan Kurniawan, terjadinya anarkisme, kantor-kantor kepolisian, fasilitas umum dibakar, dihancurkan, dirusak, dan properti pribadi dijarah massa.
"Presiden Prabowo atau Pemerintah harus segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel untuk mengungkap fakta yang sebenarnya," kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (7/9/2025).
1. Pemerintah harus terbuka di balik demo besar-besaran akhir-akhir ini

Menurut dia, publik berhak tahu atas kebenaran dalam peristiwa berdarah itu. Publik juag merupakan subjek yang berhak atas perlindungan dan rasa aman. Ia meyakini Prabowo mungkin sudah memiliki data dan analisis serta telah menyusun langkah-langkah antisipatif lanjutan berkenaan dengan dinamika eskalatif yang terjadi.
Akan tetapi, keterbukaan mesti ditunaikan oleh pemerintah dan mekanisme partisipasi bermakna (meaningful participation) mesti dibuka seluas-luasnya, dengan melibatkan para pakar, masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, pekerja media, aparat penegak hukum dan elemen sipil relevan lainnya.
"Potensi penanganan yang gebyah uyah atau salah sasaran harus diminimalisasi, bahkan dihentikan. TGPF dapat menjadi dasar untuk memastikan hak masyarakat untuk tahu atas peristiwa itu dan menciptakan rasa aman yang otentik," kata dia.
2. Harus ada perbaikan tata kelola penyelenggaraan negara

Pengungkapan data dan fakta menjadi bagian mekanisme cooling down system dari kemarahan publik terhadap pemerintah akhir-akhir ini.
Hendardi berpandangan, semua harus berjalan simultan dengan agenda-agenda mendasar yang harus dilakukan pemerintah dan para elite politik di Indonesia.
Hal ini sekaligus memperbaiki tata kelola penyelenggaraan negara yang melahirkan kesenjangan dan jauh dari cita-cita dalam berbangsa dan bernegara Indoesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Pengungkapan data dan fakta merupakan mekanisme cooling down system dari kemarahan publik yang harus berjalan," kata dia.