Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Puan: Penulisan Ulang Sejarah Jangan Kaburkan Fakta

Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah penulisan sejarah baru jangan mengaburkan fakta. (IDN Times/Amir Faisol)
Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah penulisan sejarah baru jangan mengaburkan fakta. (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • Ketua DPR RI, Puan Maharani menegaskan pentingnya penulisan ulang sejarah tanpa mengaburkan fakta-fakta sejarah.
  • Penulisan sejarah versi baru diharapkan menjadi pembelajaran bagi generasi muda Indonesia.
  • Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian belum menerima informasi rinci mengenai rencana penulisan ulang sejarah nasional.

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani menegaskan, agar penulisan ulang sejarah Indonesia tidak mengaburkan fakta-fakta sejarah. Ia menekankan, pentingnya meluruskan sejarah secara jujur tanpa menghapus bagian yang pahit.

Puan mengatakan, Komisi X DPR RI akan meminta penjelasan ke pemerintah dalam hal ini Kementerian Kebudayaan terkait rencana penulisan sejarah versi baru ini.

“Yang penting jangan ada pengaburan atau penulisan ulang sejarah, tapi kemudian tidak meluruskan sejarah. Jadi jas merah jangan sekali-sekali melupakan sejarah,” ujar Puan, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

1. Sejarah baru harus jadi pembelajaran

Konferensi pers Puan Maharani, di Gedung DPR RI, Kamis (20/3/2025). (IDN Times/Amir Faisol)
Konferensi pers Puan Maharani, di Gedung DPR RI, Kamis (20/3/2025). (IDN Times/Amir Faisol)

Diakui Puan, sejarah memang pasti ada yang baik dan pahit. Namun, penulisan sejarah versi baru itu nantinya dapat menjadi pembelajaran bagi generasi muda Indonesia.

Puan menegaskan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir dari para pejuang-pejuang bangsa yang melewati pahit dan getirnya sebuah perjuangan.

Dia mengatakan, saat ini Komisi X DPR RI mulai menggelar rapat dengar pendapat bersama para sejarawan demi menggali informasi yang utuh.

"Kita harus juga memperlihatkan kepada generasi muda bahwa Indonesia itu berdiri oleh pahlawan-pahlawan kita, oleh apapun yang terjadi ya harus tahu kenapa Indonesia berdiri pahit dan getirnya berhasil baiknya itu karena memang sudah banyak sekali hal yang terjadi," kata dia.

2. Komisi X belum tahu rencana penulisan sejarah baru

Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian. (Dok. DPR RI)
Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian. (Dok. DPR RI)

Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima informasi secara rinci mengenai rencana penulisan ulang sejarah nasional yang tengah menjadi sorotan publik.

Ia menegaskan, Komisi X belum pernah diajak berdiskusi langsung oleh pihak terkait, termasuk Kementerian Kebudayaan, mengenai substansi maupun mekanisme revisi tersebut.

Hal tersebut disampaikan, Hetifah Sjaifudian dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (19/5/2026). 

“Terus terang kami pun belum pernah bertemu secara langsung dan membahas apa persisnya hal-hal yang akan direvisi atau bagaimana prosesnya dan sebagainya,” ujar Hetifah.

3. Sejarah versi baru bakal launching saat HUT ke-80 RI

Mantan Menparekraf Sandiaga Uno (kiri) dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kanan). (IDN Times/Amir Faisol)
Mantan Menparekraf Sandiaga Uno (kiri) dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kanan). (IDN Times/Amir Faisol)

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan, penulisan ulang sejarah Indonesia ditargetkan akan rampung pada 17 Agustus 2025 sekaligus menjadi hadiah bagi HUT ke-80 RI.

Adapun, penulisan ulang sejarah Indonesia salah satunya untuk mengubur dalam-dalam narasi yang menyebutkan bahwa negara ini dijajah Belanda selama 350 tahun.

"Termasuk saya katakan soal 350 tahun dijajah itu menurut saya harus diubah mindset itu. Nggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu," kata Fadli Zon saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (6/5/2025).

Menurut Fadli Zon, penulisan ulang sejarah ini mau menonjolkan sisi perlawanan Indonesia terhadap Belanda.

Ia mengatakan, perlawan di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Perang Jawa Diponegoro terhadap kolonialisme Belanda bahkan mencapai 200 tahun.

"Ada yang perlawanannya 200 tahun, ada yang perlawanannya puluhan. Jadi kita ubah bukan sejarah kita dijajahnya tapi perlawanannya yang harus kita tonjolkan," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us