Rekam Jejak Puan Maharani, Ketua DPR RI Dua Periode

Jakarta, IDN Times - Puan Maharani, putri sulung Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, kembali terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk periode 2024-2029.
Ini merupakan periode kedua Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu menduduki posisi pucuk pimpinan DPR RI, setelah sebelumnya menjabat pada 2019-2024.
Berikut rekam jejak Puan Maharani di dunia politik.
1. Awal karier politik Puan Maharani

Puan Maharani memulai kariernya di dunia politik sejak usia muda. Bergabung dengan PDIP sebagai Ketua DPP Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan PDIP, partai yang dipimpin ibunya sendiri.
Pada 2009, Puan terpilih menjadi anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah V. Prestasi ini menjadi batu loncatan baginya untuk terus meniti karier di bidang legislatif dan eksekutif.
Selang tiga tahun kemudian, pada 2012, Puan terpilih menjadi Ketua Fraksi PDIP DPR RI. Ia ditugaskan di Komisi VI yang mengawasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perdagangan, koperasi, dan usaha kecil menengah, serta anggota badan kelengkapan dewan Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat (BKSAP DPR).
Puan juga pernah menjadi salah satu politikus yang menolak kebijakan kenaikan BBM pada 2013.
2. Disebut sebagai menteri 'untouchable'

Sebelum menjabat sebagai Ketua DPR RI, Puan Maharani pernah menduduki posisi penting dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ia ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) 2014-2019.
Puan menjadi salah satu menteri yang disebut ‘untouchable’ karena ia berhasil menjabat sebagai menteri selama satu periode penuh tanpa reshuffle. Pada periode tersebut, Presiden Jokowi melakukan dua kali reshuffle kabinet tetapi Puan tidak pernah tersentuh sekali pun.
Saat menjabat sebagai menteri, Puan berhasil membuat Menko PMK mendapatkan penghargaan The Most Progresive Website oleh Paramadina Public Policy Institute, dalam acara E-Transparency Award 2014.
Puan juga melaporkan kemajuan signifikan dalam mengatasi masalah sosial-ekonomi Indonesia selama masa kepemimpinannya. Dia menyoroti penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran, serta menyempitnya kesenjangan ekonomi.
Data yang disampaikan menunjukkan penurunan koefisien Gini dari 0,402 pada September 2015 menjadi 0,394 setahun kemudian. Dalam bidang ketenagakerjaan, tingkat pengangguran diklaim turun ke level 5,5 persen pada 2016, terendah sejak 1999.
3. Kepemimpinan sebagai Ketua DPR RI

Puan Maharani mencatatkan sejarah sebagai perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI. Selama masa kepemimpinannya, ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk mengelola DPR di tengah pandemik COVID-19.
Saat menjabat, Puan mengklaim berhasil membawa DPR menyelesaikan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi undang-undang. Beberapa kebijakan dan keputusan yang diambil selama masa jabatannya menjadi sorotan publik, baik yang mendapat pujian maupun kritik dari berbagai pihak. Putusannya yang banyak mendapat kritikan di antaranya UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU Kementerian Negara, UU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan UU Penyiaran.
Putusan terakhir yang paling kontroversial adalah RUU Pilkada 2024 yang membuat massa dari segala kalangan geram. Mulai dari mahasiswa, buruh, aktivis, akademisi hingga publik figur, kompak dan bersatu melakukan unjuk rasa.
Namun, Puan juga membuat rakyat terbantu dengan pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang menguntungkan korban pelecehan, UU Pelindungan Data Pribadi (PDP), dan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang memberikan jatah cuti 6 bulan bagi wanita yang melahirkan.
4. Kontroversi kasus korupsi dan nepotisme

Seperti halnya politisi lain, Puan Maharani tak luput dari kontroversi dan kritik. Beberapa kebijakannya mendapat tanggapan negatif dari publik dan kelompok oposisi. Tidak jarang juga ia dituduh atas kasus-kasus yang tidak benar.
Salah satu kasus yang menuduh Puan menjadi tersangka adalah Korupsi E-KTP. Setelah tertangkapnya mantan Ketua DPR RI 2014-209, Setya Novanto, atas tuduhan korupsi E-KTP, ia mengatakan Puan mendaptkan suap 500 ribu dolar AS dari pengusaha Made Oka Masagung.
Tetapi tuduhan itu disangkal Ketua KPK Agus Rahardjo. Ia mengatakan kesaksian Setya hanya omongan belaka dan Puan tidak akan dimintai keterangan jika tidak ditemukan bukti.
Isu nepotisme juga kerap menjadi bahan kritiknya, mengingat posisinya sebagai putri Megawati. Namun, Puan selalu berusaha membuktikan kapabilitasnya terlepas dari latar belakang keluarganya.