Ruwetnya Bentuk DPA: Harus Amandemen Konstitusi

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyatakan cukup rumit perjalanannya untuk membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Menurut HNW, dibutuhkan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bila mau menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan DPA, ditegaskan HNW, adalah dua nomenklatur berbeda. Namun, DPA merupakan salah satu lembaga negara yang dihapuskan dalam perubahan keempat UUD 1945.
Kemudian, berdasarkan Pasal 16 UUD 1945, Presiden diperbolehkan membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada yang selanjutnya diatur dalam sebuah Undang-Undang.
“Kalau menghadirkan kembali mestinya amandemen UUD. Ubah penamaannya dari Wantimpres ke DPA. Sekarang, yang kalau namanya Dewan Pertimbangan Agung, merujuk pada konstitusi tidak sesuai. Karena dalam UUD yang baru, nama yang dibentuk oleh Presiden itu bukan Dewan Pertimbangan Agung, tapi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)," kata HNW di Gedung MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/7/2024).
1. Harus dilakukan amandemen sebelum RUU Wantimpres jadi UU

Lebih jauh, HNW menegaskan, perlu dilakukan sebuah amandemen untuk mengubah nomenklatur dari Wantimpres menjadi DPA melalui revisi undang-undang yang saat tengah dikejar oleh DPR RI.
Sayangnya, HNW menegaskan, saat ini MPR tidak bisa melakukan amandemen terhadap konstitusi. Dia menuturkan, berdasarkan UU MD3, amandemen terhadap konstitusi maksimal harus dilakukan dalam waktu enam bulan terakhir dari masa jabatan periode MPR berjalan.
"Tapi, hari ini tidak mungkin untuk dilakukan karena dalam tatib atau susduk (MD3) dinyatakan dalam waktu enam bulan terakhir tidak bisa melakukan amandemen," kata dia.
2. UU Wantimpres berpotensi digugat ke MK

Menurut HNW, bila DPR dan Pemerintah memaksakan kehendaknya untuk mengesahkan RUU Wantimpres menjadi UU maka berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan begitu, undang-undang itu nanti tidak ada inkonstitusional maka MPR periode yang akan datang harus melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Sebab, MPR saat ini tidak bisa melakukan amandemen itu karena akan melanggar aturan, seperti yang telah dituangkan dalam UU MD3.
"Berarti, sekarang tidak bisa dilakukan amandemen dan karenanya bila itu tetap dipaksakan maka ada potensi diadukan ke MK," ujar dia.
3. JK sebut perubahan Wantimpres harus amandemen konstitusi

Terpisah, Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, turut menanggapi RUU Wantimpres yang saat ini sedang bergulir di DPR RI. Dalam pandangannya, wacana mengubah Wantimpres menjadi DPA harus mengubah konstitusi yang saat ini berlaku.
"Ya kan harus ikut konstitusi. Jadi konstitusi ya harus diubah dulu, karena di undang-undang itu diaturnya Wantimpres," katanya
Meski begitu, JK menilai dihidupkannya lagi DPA oleh pemerintah itu tidak terkait dengan orde lama atau orde baru.
"Saya kira tidak ada urusan orde lama orde baru. Tergantung konstitusi," ujarnya.
Terdapat tiga hal yang krusial dalam RUU Wantimpres. Pertama, nomenklatur Wantimpres diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Kedua, jumlah keanggotaan disesuaikan dengan kebutuhan presiden. Ketiga, syarat untuk menjadi anggota DPA.