Anggota Komisi VI: BLT Minyak Goreng Bukan Solusi Atasi Harga Mahal 

BLT Rp100 ribu diberikan pada April-Juli 2022

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak mengatakan, kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membeli minyak goreng senilai Rp300 ribu tidak akan menyelesaikan pangkal masalah mahalnya stok pangan tersebut. Saat ini harga minyak kemasan 2 liter nyaris menembus Rp50 ribu. Sedangkan, stok minyak curah semakin langka. 

"Sumber krisis minyak goreng itu kan ada pada pelaku usaha yang menjalankan usahanya dengan sistem oligopoli atau kartel. Kementerian Perdagangan mengatakan dengan bahasa lugas ada praktik mafia. Jadi, sumber masalahnya dari sini dan diselesaikan dari hulu ini," ungkap Amin kepada media di Jakarta, Selasa (5/4/2022). 

Namun, bila pemerintah tetap ingin memberikan BLT bagi masyarakat di tingkat hilir tidak masalah. Solusi tersebut tetap saja hanya bersifat sementara. Adanya praktik mafia itu juga sudah diketahui secara luas oleh masyarakat. 

Menurut politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, kini bolanya di tangan pemerintah apakah ingin menindak mafia minyak goreng. "Sebab, di pundak pemerintah lah ada semua instrumen, lalu didukung anggaran dan sumber daya manusia untuk menyelesaikan masalah ini. Dan ini, bukan masalah sulit untuk dituntaskan," tutur dia. 

Ia juga menegaskan, krisis minyak goreng tidak sepatutnya terjadi di Indonesia. Sebab, Indonesia justru surplus produksi minyak dari kelapa sawit. 

"Saya justru mendukung penuh adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 mengenai DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation), 20 persen saja (produksi CPO) dialokasikan untuk masyarakat lalu dibeli oleh pemerintah Rp9.300, itu pun pengusaha masih untung. Tapi, untungnya kecil tidak sebanyak keuntungan kalau CPO diekspor," katanya. 

Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh DPR agar harga minyak goreng kembali ke harga normal dan stok pun juga tersedia?

1. Pemerintah seharusnya bertindak tegas ke pengusaha pemilik kelapa sawit

Anggota Komisi VI: BLT Minyak Goreng Bukan Solusi Atasi Harga Mahal ilustrasi kelapa sawit (IDN Times/Sunariyah)

Di sisi lain, menurut Amin, pemerintah seharusnya bisa bertindak tegas dengan mencabut izin Hak Guna Usaha (HGU) bagi pengusaha sawit yang enggan menurunkan harga minyak goreng. Sebab, hampir seluruh perusahaan produsen minyak goreng memiliki lahan sawit di atas tanah HGU milik negara. 

"Jadi, memang sudah seharusnya pengusaha yang hidup di bumi Indonesia dan mengelola perkebunan kelapa sawit jutaan hektare, mendapatkan izin HGU dari pemerintah dan untung berlipat-lipat dari stok 80 persen CPO yang untuk diekspor. Belum lagi masih ada keuntungan lain dari stok minyak yang dibeli oleh pemerintah," kata Amin memaparkan. 

"Sehingga, apa salahnya para pengusaha itu menyediakan stok 20 persen CPO untuk masyarakat," tutur dia lagi. 

Pemerintah pun, ujar Amin, memiliki kewajiban sesuai dengan konstitusi untuk menjalankan aturan tersebut. Sementara, menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, kebijakan pemberian BLT mencerminkan kebijakan yang malas dari pemerintah. 

"Pemerintah itu seharusnya tidak memberikan BLT. BLT itu sebuah kebijakan malas saja dari pemerintah, karena tidak bisa memikirkan kebijakan lainnya selain memberikan BLT. BLT itu beban buat negara, sedangkan kelangkaan minyak menjadi keuntungan dari industri dan spekulan yang hingga hari ini belum bisa dibuktikan keberadaannya," tutur Agus kepada media, Senin 4 April 2022. 

Baca Juga: [BREAKING] Jokowi Beri BLT Minyak Goreng Rp300 Ribu ke 20,5 Juta Keluarga

2. Indonesia produsen CPO terbesar di dunia tapi tak mampu kendalikan harga di dalam negeri

Anggota Komisi VI: BLT Minyak Goreng Bukan Solusi Atasi Harga Mahal Warga mencium minyak goreng kemasan yang dibelinya setelah mengantre di operasi pasar murah yang digelar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tenggara di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (15/3/2022). (ANTARA FOTO/Jojon)

Sementara, menurut ekonom dari Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, kenaikan harga minyak goreng di tengah stok yang berlimpah menandakan ada pihak tertentu yang mengendalikan sehingga harga terkerek naik. Baginya, situasi saat ini sangat miris lantaran produksi CPO di dalam negeri justru tengah berlimpah. Namun, pemerintah tak bisa mengendalikan kenaikan harga di dalam negeri. 

"Seharusnya harga di dalam negeri tetap bisa dikendalikan dengan cara memberlakuan HET (Harga Eceran Tertinggi). Namun, sayangnya HET dicabut dan diganti oleh kebijakan BLT," kata Nailul pada hari ini. 

Berdasarkan hitung-hitungan manualnya, justru pemberian BLT bagi masyarakat malah memberikan keuntungan tambahan bagi perusahaan produsen minyak goreng. Padahal, mereka sudah untung berlipat-lipat dari ekspor CPO. 

"Penerima BLT itu kan mencapai 23 juta. Ada Rp6,9 triliun dana subsidi yang digelontorkan. Jika kita mengacu kondisi sekarang di mana harga per liter Rp25 ribu berarti ada 276 juta liter yang dibeli oleh masyarakat dengan dana BLT tersebut. Dengan proyeksi keuntungan Rp3.000 saja per orang, maka ada Rp828 miliar keuntungan produsen yang jatuhnya dari kantong pemerintah menuju ke kantong produsen," tutur dia memaparkan potensi keuntungan yang bakal diraih produsen minyak goreng.

Ia membayangkan, keuntungan yang jauh lebih besar bila nilai profit yang diraih dari satu pembelian minyak goreng mencapai Rp5.000. "Maka, keuntungan dari pembelian minyak goreng (dengan dana BLT) mencapai Rp1,4 triliun," katanya lagi. 

Ia pun menduga kebijakan BLT sudah didesain agar dapat memberikan keuntungan yang lebih banyak bagi perusahaan produsen minyak goreng. 

3. PKS akan terus mendorong agar dibentuk pansus mafia minyak goreng

Anggota Komisi VI: BLT Minyak Goreng Bukan Solusi Atasi Harga Mahal Anggota komisi VI DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin K ketika mengikuti rapat paripurna pembukaan sidang ke-4 tahun 2021-2022 (Tangkapan layar YouTube DPR RI)

Sementara, hingga saat ini sejumlah fraksi di parlemen malah menolak usulan dari PKS untuk dibentuk panitia khusus hak angket mafia minyak goreng. Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan, menolak usulan itu dengan alasan bisa menyebabkan kegaduhan. Apalagi saat ini sudah menjelang Lebaran. 

Meski demikian, Amin mengaku tidak akan menyerah. PKS akan menggalang dukungan dari partai lain seperti Partai Demokrat agar usulan pembentukan pansus minyak goreng bisa lolos. 

"Kami akan terus berusaha meyakinkan baik dari partai di luar pemerintahan, maupun partai-partai koalisi pemerintah. Mestinya walaupun eksekutif berasal dari partai koalisi itu, tetapi DPR kan harus berpikir jernih," ungkap Amin. 

Sebab, parlemen sudah diamanatkan oleh UU untuk tidak terlalu menyatu dengan eksekutif. "Kalau DPR-nya terlalu menyatu dengan eksekutif yang kasihan kan rakyat. DPR itu harus bersikap obyektif dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan yang tertulis di dalam undang-undang," kata dia. 

Baca Juga: DPR Ancam Panggil Paksa Mendag Lutfi karena Minyak Goreng Langka

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya