Mayoritas Publik dan Elite Ogah Pemilu Ditunda ke 2027 Gegara Pandemik

Mayoritas publik ingin presiden tetap dipilih rakyat

Jakarta, IDN Times - Mayoritas publik dan kaum elite menolak bila pemilu 2024 ditunda hingga 2027 karena alasan pandemik COVID-19. Angka responden dari kaum elite yang tetap berkukuh pemilu harus digelar pada 2024 mencapai 93,3 persen. Sementara, responden warga biasa yang menolak pemilu digeser ke tahun 2027 mencapai 64,7 persen. 

Hal ini merupakan salah satu temuan dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Indikator Politik Indonesia (IPI) pada periode 2-7 September 2021 dengan tajuk "Persepsi Masyarakat dan Pemuka Opini Terhadap Rencana Amandemen UUD 1945". Yang menarik, IPI melakukan survei terhadap dua kelompok responden. Pertama, responden warga biasa yang jumlah sampelnya mencapai 1.220 orang yang tersebar dari Sabang Hingga Merauke. 

Responden kedua, adalah kelompok elite. Mereka memiliki latar belakang kelompok pembentuk opini dengan tingkat pendidikan sangat baik.

Bila melihat demografi kaum elite, maka responden berasal dari akademisi, LSM, media massa, pusat studi (think tank), tokoh ormas/agama/budaya. Jumlah responden kaum elite mencapai 313 orang yang tersebar di 16 wilayah. 

Bila responden warga biasa disurvei dengan cara tatap muka, maka kaum elite ditanya dengan menggunkan dua metode. IPI melakukan survei dengan cara daring dan tatap muka. Tingkat kepercayaan terhadap survei ini mencapai 95 persen. 

Hasil survei lainnya yang ditemukan yaitu 30 persen warga biasa setuju pemilu ditunda ke tahun 2027 agar pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo bisa fokus mengurus pandemik COVID-19. Sedangkan, kaum elite yang mendukung pemilu ditunda hanya 4,8 persen. 

Hal ini bisa menjadi gambaran bagi sejumlah pihak di Tanah Air yang menginginkan agar jabatan Presiden Jokowi diperpanjang hingga 2027. Ini merupakan salah satu opsi lainnya yang banyak didorong dengan alasan demi mencegah penularan meluas akibat viurs Sars-CoV-2. 

Bagi pihak yang menolak pemilu ditunda ke 2027, pandemik COVID-19 tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda kontestasi politik tersebut. Apalagi, pemerintah tetap berkukuh menggelar pilkada serentak pada Desember 2020 lalu meski kasus COVID-19 masih tergolong tinggi. 

Lalu, bagaimana dengan ide agar pemilihan presiden dikembalikan lagi ke MPR?

Baca Juga: Jimly Usul Pemilu 2024 Digelar 17 April Seperti Pemilu Sebelumnya

1. Baik kaum elite dan warga biasa tak setuju presiden kembali dipilih oleh MPR

Mayoritas Publik dan Elite Ogah Pemilu Ditunda ke 2027 Gegara PandemikHasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) periode 2-7 September 2021 mengenai opini amandemen UUD 1945 (Tangkapan layar power point survei IPI)

Sementara, berdasarkn survei, jumlah kaum elite yang menolak presiden dipilih oleh MPR mencapai 84 persen. Di mana, 72,5 persen di antaranya menyatakan tidak setuju sama sekali. 

Jumlah responden warga biasa yang menolak presiden dipilih oleh MPR mencapai 84,7 persen. Sedangkan, responden warga biasa yang setuju MPR berwenang memilih presiden mencapai 10,9 persen. Kaum elite yang setuju presiden dipilih oleh MPR mencapai 14,7 persen. 

Di sisi lain, IPI menemukan 93 persen responden warga biasa memilih format pemilihan presiden saat ini yang dipilih langsung rakyat, yang tetap dipertahankan. Sedangkan, konsep presiden dipilih oleh MPR hanya didukung 5,7 persen. 

Baca Juga: Survei IPI: Mayoritas Kaum Elite Ogah Presiden Jabat 3 Periode

2. Kaum elite tolak bila pemilu 2024 hanya diikuti oleh satu pasangan calon

Mayoritas Publik dan Elite Ogah Pemilu Ditunda ke 2027 Gegara PandemikHasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) periode 2-7 September 2021 mengenai opini amandemen UUD 1945 (Tangkapan layar power point survei IPI)

Sementara, temuan lain dari survei IPI menunjukkan mayoritas kaum elite sepakat pemilihan presiden dan wakil presiden tidak boleh hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja. Angka respondennya mencapai 73,8 persen. Sedangkan, warga biasa yang sepakat capres dan cawapres harus lebih dari satu pasang mencapai 60,4 persen. 

Kaum elite yang sepakat pemilu tetap bisa digelar pada 2024 meski dengan satu calon pasangan hanya 24 persen. Responden warga biasa yang juga setuju dengan ide itu hanya 28 persen. 

3. Kaum elite sepakat masa jabatan presiden tetap dibatasi dua periode

Mayoritas Publik dan Elite Ogah Pemilu Ditunda ke 2027 Gegara PandemikHasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) periode 2-7 September 2021 mengenai opini amandemen UUD 1945 (Tangkapan layar power point survei IPI)
Mayoritas Publik dan Elite Ogah Pemilu Ditunda ke 2027 Gegara PandemikHasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) periode 2-7 September 2021 mengenai opini amandemen UUD 1945 (Tangkapan layar power point survei IPI)

Dari survei itu, IPI juga mengungkap mayoritas kaum elite ingin tetap membatasi masa jabatan presiden dua kali berturut-turut. Angkanya mencapai 89,5 persen. 

Sementara, jumlah responden kaum elite yang setuju masa jabatan presiden diubah hanya 9,9 persen. Untuk responden warga biasa yang ingin masa jabatan presiden tetap dua periode juga sama tingginya. Angkanya mencapai 79,9 persen. Sementara, warga biasa yang meminta agar periode jabatan presiden ditambah mencapai 13,6 persen. 

Dari survei itu juga terungkap bahwa mayoritas kaum elite juga menolak bila Jokowi maju lagi di pemilu 2024. Angkanya mencapai 93 persen. Sementara, jumlah responden warga biasa yang menolak mencapai 68,7 persen. 

"Artinya, banyak pendukungnya Pak Jokowi pun yang tidak setuju Pak Jokowi maju lagi," kata Direktur Eksekutif IPI, Burhanudin Muhtadi ketika memberikan keterangan pers secara daring pada Rabu, 13 Oktober 2021. 

Ia bahkan sempat menyentil koleganya, Muhammad Qodari yang mengusung gerakan Jokowi-Prabowo 2024. "Artinya, banyak pendukungnya Pak Jokowi yang tidak setuju dengan Mas Qodari. Tapi, dia tetep temen saya," tutur dia sambil tertawa. 

Baca Juga: Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 Periode

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya